Laki-laki Sepatutnya Gelisah dengan “The Power of Emak-emak”

Laki-laki Sepatutnya Gelisah dengan “The Power of Emak-emak”

Laki-laki Sepatutnya Gelisah dengan “The Power of Emak-emak"

Laki-laki Sepatutnya – Beberapa tahun terakhir, istilah “kekuatan emak-emak” menjadi perbincangan hangat, baik di dunia maya maupun dunia nyata. Istilah ini merujuk pada kemampuan luar biasa yang dimiliki emak-emak atau ibu-ibu dalam melakukan sesuatu, terutama yang sering kali dianggap di luar kebiasaan atau kemampuan mereka.

Tak jarang kita mendengar kisah inspiratif dari emak-emak yang bergerak melampaui batas ekspektasi. Contohnya, gerakan emak-emak yang menggerebek tempat prostitusi di Karawang atau anggota sarang narkoba di Jambi. Aksi ini menuai pujian sekaligus mengundang tanya: ke mana peran laki-laki dalam hal-hal seperti ini?

Sindiran Tersembunyi di Balik “Kekuatan Emak-Emak”

Founder Fatherman sekaligus praktisi parenting Islami, Ustadz Bendri , menyampaikan kegelisahannya terhadap istilah ini. Menurutnya, “kekuatan emak-emak” sebenarnya adalah sindiran halus terhadap peran laki-laki yang semakin hari semakin memudar.

“Istilah ini menunjukkan bahwa sudah tidak ada lagi laki-laki yang bisa diandalkan. Banyak laki-laki saat ini yang malas bergerak. Mereka lebih betah diam di rumah atau tidak melakukan hal-hal yang sudah menjadi tanggung jawab mereka,” ujar Ustadz Bendri dalam podcast Kompas Lifestyle bertajuk “Bikin Anak Ayah Mudah Jatuh Cinta pada Orang yang Salah” (13/11/2024).

Keadaan ini menjadi sesuatu yang tersendiri. Saat laki-laki diam atau tidak menjalankan tanggung jawab mereka, perempuan akhirnya terpaksa turun tangan, mengambil peran yang seharusnya dijalankan oleh para pria.

Fitrah Laki-Laki adalah Bergerak

Menurut Ustadz Bendri, “laki-laki” dalam bahasa Arab disebut “rajulun” , yang berasal dari kata “rijulun” , artinya kaki. Ini secara simbolik menggambarkan bahwa laki-laki seharusnya bergerak , aktif, dan mengambil peran. Fitrah seorang laki-laki adalah dunia luar, tempat mereka melakukan aktivitas yang memberikan manfaat bagi keluarga dan masyarakat.

“Laki-laki memang tidak bisa diam. Dunia mereka adalah dunia pergerakan. Makanya, dari zaman dulu hingga sekarang, dominasi dalam pergerakan selalu dipegang oleh laki-laki,” jelas Ustadz Bendri.

Artinya, laki-laki seharusnya menjadi sosok yang bisa diandalkan, seseorang yang bergerak cepat dalam menghadapi masalah. Namun, fenomena yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Banyak laki-laki yang memilih zona nyaman, meninggalkan tanggung jawab, dan membuat perempuan harus turun tangan menyelesaikan berbagai hal.

Peran Orangtua dalam Membentuk Laki-Laki yang Bergerak

Kecenderungan laki-laki menjadi pasif tidak muncul begitu saja. Hal ini bisa dimulai dari pola asuh yang kurang mendukung aktivitas anak laki-laki sejak dini.

“Laki-laki dunianya memang bergerak, lincah, dan aktif. Dari kecil sudah terlihat. Sayangnya, banyak orangtua yang mematikan potensi ini dengan larangan-larangan seperti ‘jangan ke sana’, ‘kamu di rumah saja’, dan sebagainya,” ujar Bendri.

Orangtua, terutama ayah, memainkan peran penting dalam membentuk karakter anak laki-laki. Salah satu cara yang direkomendasikan adalah melibatkan mereka dalam aktivitas di luar rumah .

Misalnya, jalan-jalan bersama ayah untuk mengenal lingkungan sekitar. Aktivitas seperti ini tidak hanya membangun keberanian, tetapi juga mengembangkan keterampilan navigasi dan tanggung jawab.

“Mengapa banyak laki-laki hari ini malas bergerak? Karena mereka tidak distimulasi sejak kecil. Ayahnya tidak pernah mengajak mereka traveling atau melakukan aktivitas fisik yang memacu mental,” tambah Bendri.

Bepergian: Pendidikan Kelaki-Lakian yang Wajib

Menurut Ustadz Bendri, salah satu bentuk pendidikan kelaki-lakian yang sangat penting adalah traveling . Aktivitas ini mengajarkan anak laki-laki untuk menghadapi tantangan, bertanggung jawab, dan belajar bertahan di berbagai situasi.

“Pendidikan traveling adalah pendidikan mutlak bagi laki-laki. Dari aktivitas ini, mereka belajar untuk bergerak, mencari solusi, dan menghadapi dunia luar dengan keberanian,” tegasnya.

Mengembalikan Peran Laki-Laki

Istilah “the power of emak-emak” memang mengandung kekuatan positif dalam menggambarkan perjuangan perempuan. Namun, tidak dapat dipungkiri, istilah ini juga menjadi pengingat bagi laki-laki agar tidak kehilangan keinginan sebagai pelindung, pemimpin, dan penggerak keluarga serta masyarakat.

Penting bagi laki-laki untuk kembali ke fitrah mereka, menjadi sosok yang selalu siap bergerak, tidak hanya untuk keluarga tetapi juga untuk komunitas. Ini dimulai dengan pembiasaan sejak kecil, didukung oleh pola asuh yang membangun keberanian dan kemandirian.

Penutup

Peran laki-laki dan perempuan seharusnya saling melengkapi. Ketika laki-laki mengambil peran mereka secara maksimal, istilah “the power of emak-emak” akan lebih bermakna sebagai bentuk kerja sama daripada sebuah sindiran. Saatnya laki-laki bangkit, bergerak, dan membuktikan bahwa mereka adalah mitra sejajar bagi perempuan dalam membangun masyarakat yang lebih baik.

 

Baca juga artikel kesehatan lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *