PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) baru-baru ini melaksanakan strategi divestasi yang signifikan dengan menjual seluruh saham pengelola Sofitel Bali Ubud. Langkah ini tentu saja menandai fase baru bagi perusahaan, memperkuat posisi finansial dan operasional mereka setelah melewati beberapa tantangan keuangan di tahun-tahun sebelumnya.
Keputusan untuk menjual 100% saham di PT Karya Pratama Propertindo kepada dua perusahaan lain, PT Puri Dibya Property dan PT Hartons Property Development, menunjukkan upaya APLN untuk memperbaiki likuiditas dan struktur permodalan. Transaksi ini diharapkan dapat memberikan dampak positif secara keseluruhan bagi perkembangan perusahaan ke depannya.
Dalam keterbukaan informasi yang diterima oleh otoritas pasar modal, APLN mengungkapkan bahwa hasil dari penjualan ini akan menambah posisi kas yang sangat penting. Uang kas yang diperoleh dapat digunakan untuk pengembangan usaha serta mengurangi beban utang yang ada, yang menjadi salah satu fokus utama perusahaan saat ini.
Strategi Divestasi yang Diterapkan oleh APLN dalam Beberapa Tahun Terakhir
Langkah divestasi ini bukanlah yang pertama bagi APLN, karena perusahaan ini telah melakukan beberapa penjualan aset dalam dua tahun terakhir. Salah satu transaksi terbesar adalah pejualan 85% saham Central Park Mall yang berhasil dilakukan dengan nilai mencapai Rp 4,5 triliun. Ini menunjukkan bahwa APLN berkomitmen untuk melakukan perbaikan finansial secara berkelanjutan.
Penjualan Hotel Pullman Ciawi Vimala Hills Resort Spa & Convention juga merupakan bagian dari strategi yang sama, di mana aset tersebut dialihkan kepada PT Bangun Loka Indah. Ini menunjukkan bahwa APLN tidak hanya fokus pada satu jenis aset, tetapi berusaha meningkatkan organisasi secara keseluruhan demi meraih kemandirian finansial yang lebih baik.
Melalui aksi-aksi divestasi tersebut, APLN berusaha untuk menata kembali portofolio aset yang dimiliki. Dengan memperkuat likuiditas, perusahaan berharap dapat membiayai proyek-proyek baru yang dapat meningkatkan pendapatan di masa depan.
Dampak Keuangan dari Transaksi Divestasi Terhadap APLN
Meskipun langkah-langkah yang diambil APLN untuk mendivestasi asetnya bersifat strategis, kesehatan keuangan perusahaan masih menghadapi tantangan. Mencatat kerugian sebesar Rp 57,94 miliar pada kuartal III-2025, hal ini meningkat 40,15% dibandingkan kerugian yang tercatat di tahun sebelumnya. Kondisi ini tentunya menjadi salah satu fokus perhatian bagi manajemen perusahaan.
Sekilas mengenai angka yang ada, rugi per saham dasar APLN juga menunjukkan peningkatan menjadi Rp 2,55, meningkat dari Rp 1,82 sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa perusahaan perlu mengambil langkah lebih jauh dalam memperbaiki kinerjanya agar dapat bersaing di pasar yang semakin ketat.
Penurunan juga terjadi pada pendapatan usaha yang tercatat sebesar Rp 2,64 triliun, mengalami kontraksi sebesar 4,7%. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun melakukan berbagai aksi penjualan, daya saing perusahaan di pasar masih memerlukan perhatian dan perbaikan lebih lanjut.
Pendapatan Sektor Hotel dan Mal yang Merosot
Sektor hotel dan mal yang traditionally menjadi sumber pendapatan bagi APLN juga menunjukkan penurunan signifikan. Pendapatan berulang dari sektor ini tercatat mengalami penurunan hingga 13,3%, menyusut menjadi Rp 988,8 miliar dibandingkan sebelumnya yang mencapai Rp 1,14 triliun. Ini menandakan bahwa perusahaan sedang berjuang untuk mendapatkan kembali momentum dalam industri pariwisata dan retail.
Di sisi lain, laba periode berjalan APLN juga mengalami kemunduran, tercatat hanya sebesar Rp 28,21 miliar. Angka ini meluncur 58% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu, yang menunjukkan perlunya evaluasi mendalam terhadap strategi yang diterapkan selama ini.
Ini adalah pertanda bahwa perusahaan harus beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan pasar dan dinamika perilaku konsumen. Dengan langkah yang tepat, APLN dapat mempertahankan posisinya dan membangun kembali kepercayaan investor di masa depan.
