Pakar hukum dari berbagai universitas di Indonesia baru-baru ini mengungkapkan pentingnya memiliki regulasi yang jelas mengenai perbedaan antara kerugian bisnis dan kerugian negara dalam konteks operasional Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dengan adanya penjelasan yang tegas, diharapkan aparat penegak hukum dapat lebih yakin dalam meminta pertanggungjawaban pidana kepada pejabat BUMN.
Ketidakjelasan dalam regulasi saat ini sering kali menghambat upaya penegakan hukum terhadap pejabat BUMN. Hal ini terutama berkaitan dengan prinsip business judgement rule yang meski diakui, tetapi belum secara detail diatur dalam perundang-undangan yang ada.
Guru Besar Hukum Universitas Lampung, Rudy Lukman, mengingatkan bahwa tanpa pegangan yang kuat dalam regulasi, penegakan hukum akan terus menemui jalan buntu. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar oleh Komisi VI DPR RI, ia menyerukan perlunya pengaturan yang lebih konkret tentang prinsip tersebut.
“Jangan takut untuk membuat regulasi yang lebih rinci mengenai business judgement rule. Selama ini hal ini belum dieksplisitkan,” ujarnya dalam diskusi pada Kamis (25/9/2025). Ia menekankan bahwa aturan tersebut tidak cukup hanya dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), tetapi harus melibatkan DPR.
Lebih jauh, Rudy juga menggarisbawahi signifikansi harmonisasi regulasi dalam pengelolaan BUMN. Ia memberikan contoh dari periode 1999-2003 ketika berbagai undang-undang ekonomi disusun secara sinkron. Namun, sejak 2015 hingga 2020, pendekatan sinkronisasi tersebut tampak menurun.
Hasilnya, banyak regulasi yang menjadi tumpang tindih dan membingungkan, yang berimbas pada kompetitifitas BUMN. Dengan beberapa undang-undang yang saling bertentangan, BUMN berisiko menghadapi kendala yang menghambatkinerja optimal.
Pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada, Mailinda Eka Yuniza, juga menyoroti kerumitan ini. Ia menjelaskan bahwa banyaknya regulasi yang mengatur BUMN—mulai dari UU BUMN hingga UU Perseroan Terbatas—menyebabkan kebingungan di lapangan.
Pentingnya Harmonisasi Regulasi untuk BUMN yang Lebih Baik
Mailinda menegaskan bahwa ada dua kategori hukum yang membagi berbagai undang-undang ini: satu bersifat publik dan satu lagi bersifat perdata. Ketidakcocokan antara keduanya semakin memperumit situasi BUMN saat ini.
Di sisi lain, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jember, I Gede Widhiana Suarda, menekankan bahwa kerugian yang terjadi pada BUMN tidak dapat serta merta dijadikan alasan untuk menuntut direksi dengan pasal korupsi. Ini tentunya memerlukan bukti kuat yang menunjukkan adanya tindakan melawan hukum.
“Perlu dicek apakah kerugian tersebut diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum dari direksi BUMN. Prinsip business judgement rule harus menjadi indikator penting dalam menentukan kasus-kasus semacam ini,” tambahnya.
Wakil Ketua Komisi VI DPR, Andre Rosiade, mengungkapkan komitmen anggota dewan untuk menciptakan lingkungan yang profesional bagi pejabat BUMN. Dalam pertemuan yang sama, ia menekankan bahwa tubuh legislatif tidak memiliki niatan untuk melindungi pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat BUMN.
“Kami tidak ingin memberikan tempat bagi kejahatan. Jika terbukti bersalah, tindakan tegas akan diambil,” ujar Andre saat menjawab masukan dari para pakar.
Ia menjelaskan bahwa penambahan pasal yang menetapkan bahwa aset BUMN terpisah dari keuangan negara dalam UU 1/2025 adalah langkah untuk mendorong semangat business judgement rule di kalangan direksi BUMN.
Tantangan dan Harapan untuk Revisi UU BUMN
Andre juga mencatat, soal tanggung jawab dan pengelolaan keuangan BUMN yang merupakan tanggung jawab BUMN itu sendiri, bukan lagi di bawah pengawasan langsung negara. Ini memberikan otonomi lebih kepada BUMN dalam pengambilan keputusan bisnis.
Sesuai dengan Pasal 4B UU 1/2025, kerugian atau keuntungan yang dialami BUMN sepenuhnya menjadi tanggung jawab BUMN. Ini diharapkan memberikan kejelasan dan batasan yang lebih baik dalam pengelolaan dan tanggung jawab bisnis di BUMN.
Dengan langkah ini, diharapkan para direksi dapat melakukan keputusan bisnis tanpa merasa terancam oleh tindakan hukum yang tidak jelas. Namun, mereka tetap harus menjunjung tinggi integritas dan akuntabilitas dalam operasional yang mereka jalankan.
Langkah-langkah seperti revisi Undang-Undang dapat membantu menciptakan kondisi yang lebih mendukung bagi pertumbuhan BUMN di Indonesia. Jika regulasi bisa lebih diperjelas dan disinergikan, kompetitifitas BUMN di pasar dapat meningkat.
Oleh karena itu, proses revisi UU BUMN sangat dianjurkan untuk diteruskan, agar kedepannya, BUMN dapat berfungsi lebih efektif sekaligus transparan dalam pengelolaannya. Harapan ini tidak hanya ditujukan untuk para pelaku bisnis, tetapi juga untuk masyarakat luas sebagai bagian penting dalam perekonomian negara.
Penutup: Menyongsong Masa Depan BUMN yang Lebih Berkelanjutan
Revisi UU BUMN menjadi salah satu langkah krusial agar BUMN dapat berdaya saing di tingkat nasional serta internasional. Dengan adanya norma-norma yang jelas, para pejabat BUMN pun diharapkan dapat lebih fokus pada pengembangan kinerja yang berkelanjutan.
Sangat penting bagi semua pihak, termasuk masyarakat dan pemerintah, untuk aktif terlibat dalam proses ini. Diskusi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan akan sangat membantu dalam menciptakan kerangka regulasi yang lebih komprehensif dan efektif.
Dengan harmonisasi dan kejelasan dalam peraturan, diharapkan BUMN tidak hanya menjadi entitas yang menguntungkan secara finansial, tetapi juga mampu berkontribusi lebih terhadap pembangunan masyarakat dan negara. Dengan kolaborasi ini, masa depan BUMN yang lebih cerah bukanlah impian yang mustahil.