Saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, yang sering disingkat BNI, mengalami lonjakan yang signifikan dalam nilai sahamnya baru-baru ini. Kenaikan sebesar 15% dalam seminggu telah menarik perhatian investor dan analis pasar, menjadikannya topik hangat bagi para pelaku industri keuangan.
Dalam periode 20-23 Oktober 2025, BNI tercatat sebagai emiten dengan net buy tertinggi dari investor domestik, mencapai Rp 217,2 miliar. Perkembangan ini mencerminkan optimisme pasar terhadap kinerja dan potensi pertumbuhan perusahaan di tengah situasi ekonomi yang berfluktuasi.
Walaupun terjadi kenaikan yang mencolok, saham BNI masih mencatatkan angka penurunan sebesar 4,14% sepanjang tahun ini. Penurunan ini terutama disebabkan oleh tantangan yang dihadapi oleh industri perbankan, seperti melemahnya permintaan kredit dan peningkatan biaya dana.
Analisis Teknis dan Momentum Saham BNI
Menurut analisis teknis, BNI sedang memasuki fase yang menarik, dengan munculnya sinyal golden cross yang menunjukkan adanya pembalikan tren. Ini menandakan bahwa tekanan jual telah mencapai puncaknya, dan momentum beli mulai mengambil alih kendali.
Dari perspektif pola candlestick, BNI tengah mengonfirmasi pembentukan double bottom, yang merupakan indikasi positif bahwa harga akan bergerak naik. Level support yang solid terlihat di kisaran Rp 3.800-an, dan berhasil dipertahankan untuk kedua kalinya tanpa penembusan ke bawah.
Jika BNI mampu menembus level resistance psikologis saat ini, analisis teknikal menyoroti bahwa ini bisa menjadi tanda berakhirnya tren bearish, mempersiapkan jalan bagi tren bullish jangka menengah. Kenaikan volume perdagangan juga dapat menjadi faktor pendorong penting untuk konfirmasi tren baru.
Fundamental Perusahaan dan Pertumbuhan Dana Murah
Dari sisi fundamental, BNI menunjukkan pencapaian yang mengesankan dalam penghimpunan dana pihak ketiga, yang mencapai Rp 934,3 triliun pada kuartal III-2025. Pertumbuhan ini menunjukkan peningkatan sebesar 21,4% secara tahunan, mencerminkan kekuatan daya tarik BNI di hadapan nasabah.
Kenaikan dana murah atau current account savings account (CASA) juga menjadi sorotan, dengan CASA tumbuh sebesar Rp 50,1 triliun atau 9% year-to-date. Hal ini menunjukkan manajemen likuiditas yang baik di tengah persaingan ketat dalam industri perbankan.
Seiring dengan itu, biaya dana BNI juga mengalami penurunan 40 basis poin menjadi 2,8% secara bulanan, yang tentunya akan berpengaruh positif dalam mempertahankan margin keuntungan perusahaan. Rencana strategis untuk terus memupuk dana murah diharapkan dapat memberikan ruang untuk pengembangan di masa depan.
Proyeksi Target Harga dan Rekomendasi Analis
Senior Market Analyst terbaru merekomendasikan sejumlah level target harga bagi saham BNI. Target take profit ditetapkan di Rp 4.710, sementara area support automotively telah dicocokkan di level Rp 3.840 dan Rp 3.610. Hal ini memberikan gambaran yang jelas bagi investor yang sedang mempertimbangkan untuk membeli.
Beberapa analis juga menilai bahwa saham BNI saat ini masih undervalued, dengan rasio price to earnings (PE) berada di level 7,22 kali, menunjukkan bahwa harga saat ini masih di bawah nilai wajarnya dibandingkan dengan bank-bank besar lainnya. Ini menunjukkan potensi pertumbuhan yang masih belum sepenuhnya terefleksi di pasar.
Dalam pandangan para analis, kekuatan fundamental BNI dan dukungan pemerintah menjadi faktor penentu yang membuatnya layak untuk dibeli. Analis dari berbagai lembaga menegaskan bahwa rekomendasi untuk membeli saham BNI didasarkan pada berbagai indikator positif yang terlihat dalam laporan keuangan terkini.
Ekspansi Digital dan Pertumbuhan Kredit BNI
Selain menguatkan posisi dana murah, BNI juga terus meningkatkan strategi ekspansi digitalnya. Pertumbuhan dalam fee-based income, yang mencatat kenaikan 11,5% year-on-year, menunjukkan bahwa BNI aktif dalam memanfaatkan peluang di era digital.
Total penyaluran kredit BNI tercatat tumbuh 10,5% yoy, mencapai Rp 812,2 triliun hingga kuartal III-2025. Pertumbuhan ini terjadi di seluruh segmen bisnis, mencerminkan keseimbangan dan kesehatan portofolio kredit yang semakin membaik.
Di segmen korporasi, BNI melaporkan kenaikan kredit sebesar 12,4% yoy, berkat peningkatan pembiayaan kepada sektor swasta dan BUMN. Sementara itu, pertumbuhan kredit segmen UMKM non-KUR mencapai 13,9% yoy, menunjukkan komitmen BNI dalam mendorong sektor riil dan daya saing ekonomi nasional.

