Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan signifikan pada sesi I perdagangan di Bursa Efek Indonesia. Pada hari Jumat, 17 Oktober 2025, IHSG tercatat turun 2,22% menjadi 7.944,29. Penurunan ini terjadi di tengah tingginya aktivitas jual beli saham.
Dari keseluruhan saham yang diperdagangkan, sebanyak 591 saham mengalami penurunan, sementara 229 saham stagnan dan hanya 136 yang mencatatkan kenaikan. Nilai transaksi pada siang itu mencapai Rp 13,96 triliun, melibatkan lebih dari 22,58 miliar saham dalam lebih dari 1,64 juta transaksi.
Secara umum, semua sektor saham mengalami penurunan. Sektor utilitas mencatatkan penurunan terdalam dengan selisih -5,23%, diikuti oleh sektor teknologi dan energi yang masing-masing merosot 4,43% dan 4,42%.
Analisis Penurunan Indeks Harga Saham Gabungan Hari Ini
Saham-saham besar yang tergabung dalam indeks juga berkontribusi terhadap penurunan IHSG. Salah satunya adalah Dian Swastatika Sentosa (DSSA), yang turun 7,17% ke level 106.750, menarik indeks turun sebesar 31,73 poin. Penurunan ini menjadi salah satu penyebab utama tergerusnya IHSG.
Selain DSSA, saham Barito Pacific (BRPT) juga ikut memperberat indeks dengan penurunan 7,89% ke level 3.620, memberikan kontribusi -19,31 poin pada penurunan IHSG. Kondisi ini menunjukkan betapa dominannya pengaruh saham-saham tertentu terhadap pergerakan indeks secara keseluruhan.
Barito Renewables Energy (BREN) pun tak luput dari penurunan, mengamankan kontribusi -18,06 poin kepada IHSG setelah sahamnya jatuh 4,85% ke level 9.325. Guncangan harga yang terjadi hari ini juga menciptakan dampak psikologis bagi investor yang mempertimbangkan langkah investasi mereka selanjutnya.
Tidak hanya itu, saham dari konglomerat Toto Sugiri, yang terdaftar sebagai DCII, turut berkontribusi dengan -9,62 poin. Rangkaian penurunan ini merata di berbagai sektor, menandakan adanya sinyal negatif dalam pasar.
Penyebab Utama Koreksi IHSG di Pasar Modal
Menurut informasi dari VP Marketing Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, koreksi yang terjadi ini lebih disebabkan oleh aksi profit taking dari para investor. Penguatan IHSG di akhir pekan lalu tidak didorong oleh volume transaksi yang signifikan, sementara indikator RSI menunjukkan bahwa IHSG berada dalam kondisi ‘overbought’.
Hal ini berujung pada munculnya apa yang disebut sebagai ‘technical correction’, yang dalam istilah pasar modal berarti penyesuaian harga setelah kenaikan yang terlalu tajam. Bagi investor, ini adalah sinyal untuk melakukan evaluasi terhadap portofolio mereka.
Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, juga menyatakan bahwa koreksi yang dialami IHSG berkaitan erat dengan situasi global, terutama eskalasi perang dagang. Sebagai contoh, kebijakan tarif di Tiongkok yang berdampak langsung terhadap iklim investasi regional.
Tren Pergerakan IHSG dalam Beberapa Hari Terakhir
Selama empat hari perdagangan terakhir, IHSG mencatatkan tiga penutupan di zona merah dan hanya satu di zona hijau. Tren ini menggambarkan ketidakpastian di pasar, yang membuat banyak investor cenderung berhati-hati dalam pengambilan keputusan investasi mereka.
Dalam lima hari terakhir, secara keseluruhan, indeks telah tergerus sebesar 2,76%. Penurunan ini menunjukkan perlunya perhatian lebih dari investor terhadap arah pergerakan saham dan kondisi pasar global yang mempengaruhi ekonomi domestik.
Kondisi ini juga membuat para analis pasar meningkatkan kewaspadaan terhadap fluktuasi yang mungkin terjadi ke depan. Dengan pemantauan yang ketat terhadap perkembangan, diharapkan investor bisa menentukan langkah yang tepat sesuai dengan kondisi pasar yang ada.
Menjelang akhir tahun, investor harus lebih selektif dan bijak dalam memilih saham yang akan diinvestasikan. Fleksibilitas dalam strategi investasi dan analisis yang mendalam bisa meminimalisir risiko kerugian di tengah ketidakpastian yang ada.