Pada 24 September tahun lalu, pemerintah China mengambil langkah signifikan yang berpengaruh terhadap pasar saham. Kebijakan ini, yang dikenal dengan nama “9/24”, bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tertekan pasca-pandemi dan membuka ruang bagi investor untuk lebih aktif terlibat di pasar.
Setelah pengumuman tersebut, pasar saham China merespons dengan cepat. Indeks Shanghai Composite mencatat kenaikan hampir 40% dalam satu tahun berkat beberapa faktor pendorong, termasuk janji stimulus fiskal dan kemajuan di sektor teknologi, terutama kecerdasan buatan.
Awalnya, kebijakan tersebut terlihat menjanjikan dengan harapan memicu aktivitas ekonomi yang lebih luas. Namun, meskipun harga saham meningkat, dampak positifnya terhadap perekonomian riil masih diragukan.
Pemerintah tidak hanya ingin melihat pasar saham bangkit, tetapi lebih jauh lagi, mereka ingin memulihkan perekonomian secara keseluruhan. Walaupun demikian, tingkat kepercayaan konsumen masih rendah, dan belanja rumah tangga tetap lesu dalam periode ini.
Kondisi ritel pada bulan Agustus menunjukkan pertumbuhan yang nyaris tidak memadai, hanya 3,4% jika diukur tahun ke tahun. Ini mengindikasikan bahwa peningkatan nilai saham belum berhasil menarik investasi dari konsumen pada umumnya.
Dalam konteks ini, kebijakan yang dilaksanakan sejak “9/24” memicu munculnya lebih dari 30 juta rekening saham baru di Shanghai hingga akhir September. Analis menandai adanya perubahan besar dalam aliran dana dari simpanan tradisional ke investasi pasar saham, meski masih banyak tantangan di depan.
Namun, optimisme di pasar saham tidak sejalan dengan tren investasi korporasi. Sementara Hong Kong merasakan lonjakan dalam penawaran umum perdana (IPO), bursa daratan China justru menghadapi penurunan dalam hal pencatatan saham baru.
Mengapa Pasar Saham Belum Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Secara Signifikan?
Regulator di China telah memperketat persyaratan untuk pencatatan saham baru sejak April 2024, setelah kekacauan pasar yang melanda awal tahun lalu. Langkah ini bertujuan untuk melindungi investor dan memastikan stabilitas pasar, namun di sisi lain, hal ini juga membatasi akses perusahaan terhadap modal ekuitas yang diperlukan untuk pertumbuhan.
Akibat dari kebijakan ketat tersebut, hanya sekitar 1% dari total dana yang diperoleh korporasi non-keuangan datang dari pasar saham hingga Agustus. Jumlah ini menunjukkan bahwa meski pasar saham terlihat aktif, dukungan terhadap pertumbuhan korporasi masih lemah.
Lebih lanjut, investasi dalam aset tetap juga menunjukkan angka negatif, turun lebih dari 6% dalam setahun terakhir. Ini semakin memperjelas bahwa hanya sektor keuangan yang lebih mengandalkan aktivitas broker, pinjaman margin, dan bank investasi yang terlibat dalam kontribusi terhadap PDB.
Namun, keadaan saat ini tidak membawa dampak yang sama seperti apa yang terjadi pada 2015, ketika booming pasar saham berkontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 16%. Pada tahun ini, sektor keuangan hanya tumbuh 4%, tertekan oleh penurunan komisi broker dan kinerja perbankan yang lesu.
Reli pasar saham saat ini juga mengingatkan pada gelembung keuangan yang terjadi di 2015. Permintaan pinjaman margin telah mencapai angka rekor, dan regulator kini mulai memperketat pengawasan terkait potensi penyalahgunaan kredit untuk tujuan investasi saham.
Implikasi Kebijakan Moneter dan Keberlanjutan Pertumbuhan Ekonomi
Pemerintah khawatir bahwa reli saham yang sedang berlangsung dapat berubah menjadi gelembung yang berbahaya. Ketakutan ini menciptakan dilema bagi mereka yang berusaha mengelola kebijakan moneter, karena langkah lebih lanjut dalam pelonggaran kebijakan mungkin terhambat oleh kekhawatiran atas dampak jangka panjang.
Sebagai tambahan, ekonomi China menunjukkan tanda-tanda pelemahan yang lebih dalam. Resiko perlambatan di sektor ekspor menjadi perhatian, sementara sektor properti tetap berada dalam tekanan yang cukup berat, dan pemulihan konsumsi masih jauh dari harapan.
Kebangkitan pasar saham yang awalnya bertujuan untuk memperoleh momentum positif bagi perekonomian saat ini tampak justru sebaliknya. Kekhawatiran yang muncul terkait dampaknya lebih mungkin memberikan rasa sakit pada ekonomi ketimbang memberikan dukungan yang diharapkan.
Meski ada aspek positif dalam pergerakan pasar, penting untuk diingat bahwa efek dari reli pasar saham tidak selalu linier dengan peningkatan kondisi ekonomi. Jadi, pengelolaan kebijakan yang bijaksana dan responsif terhadap realitas ekonomi menjadi sangat penting.
Kebijakan yang dilakukan oleh bank sentral dalam mendorong pertumbuhan pasar saham harus diiringi dengan langkah-langkah yang dapat mendatangkan dampak nyata bagi sektor riil. Jika tidak, kondisi ekonomi China akan menghadapi tantangan lebih besar di masa depan.