Jakarta, sebuah pusat ekonomi yang dinamis, terus menghadapi tantangan dan peluang dalam realm pasar modal. Baru-baru ini, mendorong otoritas pasar modal, Komisi XI DPR RI mengusulkan untuk menaikkan batas minimum free float saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan likuiditas dengan cara menaikkan free float dari kisaran 7,5% hingga 10% menjadi 30%.
Pentingnya likuiditas di pasar modal tidak bisa dipandang sebelah mata. Hal ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi investor dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap transaksi di bursa.
Direktur PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk, Reza Priyambada, menekankan bahwa pembahasan teknis diperlukan untuk memastikan implementasi kebijakan tersebut berjalan tepat sasaran. Aspek-aspek seperti pengelolaan portafolio emiten dan keterbukaan informasi perlu diperjelas agar tidak menimbulkan kebingungan di lapangan.
Pentingnya Menaikkan Batas Minimum Free Float untuk Pasar Modal
Dinasihatinya kenaikan batas minimum free float menjadi 30% merupakan langkah strategis untuk memperbesar jumlah saham beredar di masyarakat. Ini dapat membantu meratakan penyebaran investor dan memastikan pergerakan harga saham lebih wajar dan transparan.
Melalui kebijakan ini, diharapkan investor akan lebih aktif dalam bertransaksi, membuat pasar saham menjadi lebih likuid. Meningkatnya jumlah saham yang tersedia untuk masyarakat juga berpotensi menarik lebih banyak investor, baik lokal maupun asing.
Namun, Reza juga menyatakan bahwa hal ini perlu disertai dengan studi mendalam untuk menentukan implementasi yang paling efektif. Sebab, tidak semua perusahaan memiliki atau ingin melepaskan 30% saham mereka ke publik.
Analisis Potensi Keuntungan dan Kerugian Dari Kebijakan Ini
Dalam pandangan Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus, kebijakan free float 30% menawarkan potensi likuiditas yang lebih baik. Akan tetapi, perusahaan perlu mempertimbangkan strategi masing-masing dalam memilih persentase saham yang akan dilepas ke publik.
Jika dipatok di angka 30%, mungkin saja jumlah perusahaan yang ingin melantai akan berkurang. Sebagian perusahaan mungkin merasa beban untuk memenuhi syarat tersebut dapat menjadi tantangan yang berat di tengah persaingan pasar.
Keputusan untuk menentukan besaran free float yang ideal memang bermuara pada kajian mendalam. Perusahaan memiliki kebutuhan yang beragam, sehingga solusi satu ukuran tidak mungkin berlaku untuk semua.
Rencana DPR untuk Memperkuat Likuiditas Pasar Modal
Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, menegaskan pentingnya meningkatkan batas minimum free float agar pasar modal Indonesia lebih kompetitif. Menurutnya, hal ini sangat mendesak karena Indonesia termasuk dalam negara-negara ASEAN dengan free float share terendah.
Misbakhun mengungkapkan, untuk memperkuat likuiditas, free float harus dikembangkan dan dibagi lebih banyak kepada publik. Ini merupakan langkah yang strategis untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kepemilikan saham.
Dengan memperbaiki struktur likuiditas, diharapkan pasar modal Indonesia dapat menarik lebih banyak investor, dan dalam jangka panjang, ini akan membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Mengapa Free Float Penting untuk Investor dan Perusahaan?
Free float merujuk pada jumlah saham yang dimiliki oleh publik dan dapat diperdagangkan bebas di pasar. Semakin besar proporsi saham free float, semakin mudah saham tersebut diperdagangkan oleh investor.
Selain itu, free float juga mencerminkan kesehatan pasar suatu perusahaan. Dalam konteks Bursa Efek Indonesia, setiap perusahaan tercatat wajib mematuhi aturan minimum free float untuk menjamin transparansi dan kepercayaan investor.
Peraturan yang mengatur free float di BEI menekankan pentingnya memiliki minimal 300 pemegang saham dengan SID dan total free float yang cukup untuk menjamin kelancaran transaksi. Ini adalah langkah demi langkah untuk membangun pasar yang lebih berfungsi dan efisien.