Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru-baru ini mengeluarkan fatwa mengenai rekening dormant dalam forum Musyawarah Nasional (Munas) XI. Ini merupakan langkah signifikan untuk memberikan panduan hukum dalam konteks transaksi keuangan yang semakin kompleks dan beragam.
Fatwa ini menetapkan bahwa meskipun rekening dianggap tidak aktif atau dormant, status kepemilikannya masih berlaku. Ini berarti bahwa bank memiliki kewajiban untuk memberi informasi kepada pemilik rekening atau ahli waris terkait status rekening tersebut.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. Asrorun Ni’am Sholeh, menyampaikan bahwa fatwa ini dikeluarkan sebagai respons atas permintaan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Data menunjukkan bahwa terdapat lebih dari Rp 190 triliun yang masuk dalam kategori rekening dormant, dan setelah klarifikasi, masih terdapat sekitar Rp 50 triliun yang tidak terpakai.
Pentingnya Fatwa MUI Terkait Rekening Dormant untuk Transaksi Keuangan
Fatwa ini diharapkan dapat memberikan bimbingan jelas mengenai pengelolaan rekening dormant di bank. Hal ini penting mengingat uang yang terpendam dalam rekening tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat luas. Melalui keputusan ini, MUI menekankan pentingnya tanggung jawab bank untuk melibatkan pemilik rekening secara aktif.
Ni’am menegaskan bahwa tindakan mengabaikan rekening dormant bisa memiliki konsekuensi hukum. Dalam pandangan syariah, rekening yang telah lama tidak diaktifkan tetap menjadi hak milik pemilik. Karenanya, pihak bank diharuskan untuk melakukan langkah-langkah pencegahan agar rekening tersebut tidak terabaikan.
Fatwa ini memberikan penekanan pada perlunya upaya untuk mengingatkan pemilik rekening tentang status rekening mereka. Dengan cara ini, diharapkan masyarakat bisa lebih peduli terhadap harta mereka dan mencegah terjadinya penyalahgunaan dana yang tidak terpakai.
Aspek Hukum Dan Sosial Rekening Dormant Menurut Syariah
Dari sudut pandang hukum syariah, rekening dormant memiliki status yang sangat penting. Kewajiban bank untuk mengingatkan pemilik bukan hanya sekadar prosedural, tetapi juga merupakan bagian dari etika bisnis dalam pandangan Islam. Fatwa ini membawa perspektif baru tentang tanggung jawab bank dan pemilik rekening terkait dengan posisi harta yang terpendam.
Jika pemilik rekening tidak dapat ditemukan, maka dana tersebut berstatus sebagai dana tak bertuan. Dalam hal ini, fatwa menyatakan bahwa uang harus disalurkan untuk keperluan sosial. Hal ini mencerminkan prinsip keadilan dalam Islam, yakni penggunaan harta untuk tujuan yang lebih besar.
Pihak bank juga diharapkan untuk mengikuti prinsip syariah dalam pengelolaan rekening dormant. Jika rekening tersebut berasal dari lembaga keuangan syariah, dana yang tidak terpakai harus diserahkan kepada lembaga sosial Islam, seperti lembaga zakat. Ini tidak hanya memperkuat kepercayaan umat terhadap lembaga keuangan, tetapi juga mempromosikan pengelolaan harta yang beretika.
Implikasi Dan Rekomendasi Dalam Pengelolaan Rekening Dormant
Secara keseluruhan, fatwa ini memiliki implikasi luas bagi semua pihak yang terlibat dalam transaksi keuangan. Bagi pemilik rekening, disarankan untuk lebih aktif dalam memonitor dan memanfaatkan dana mereka. MUI juga memberikan rekomendasi untuk menjaga agar dana tidak terbuang sia-sia.
Pihak bank memiliki tanggung jawab untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan rekening dormant. Dalam konteks ini, kolaborasi antar lembaga keuangan, pemerintah, dan MUI akan sangat penting. Dengan demikian, akan ada harmonisasi dalam penanganan dana yang tidak terpakai untuk kepentingan masyarakat.
Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga harus berperan aktif dalam menegakkan ketentuan ini. Tindakan pencegahan yang lebih baik harus diterapkan untuk melindungi pemilik rekening dan juga memastikan keberlangsungan transaksi keuangan yang sehat di negara ini.
