Fast Food Indonesia Tbk, sebagai operator KFC di tanah air, baru-baru ini mengumumkan penutupan 19 gerai sepanjang tahun 2025. Keputusan tersebut berimbas pada sekitar 400 karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), yang menggambarkan tantangan yang sedang dihadapi industri makanan cepat saji saat ini.
Manajemen perusahaan mengungkapkan hal ini dalam sesi publik yang berlangsung pada awal Oktober lalu. Dalam keterangannya, mereka mencatat bahwa penutupan gerai berlangsung hingga bulan September dan menegaskan akan terus melakukan ekspansi meski dalam kondisi sulit.
“Hingga kini, perusahaan telah menutup 19 gerai, dan ini tentu saja berdampak langsung bagi karyawan yang terlibat,” jelas perwakilan manajemen saat sesi laporan tersebut. Meskipun begitu, mereka tetap optimis untuk membuka gerai baru di masa depan.
Dapat dipahami bahwa penutupan gerai bukanlah sesuatu yang baru bagi KFC. Sejak beberapa tahun terakhir, perusahaan ini memang terlihat mengurangi jumlah gerai, dengan sekitar 55 gerai ditutup pada tahun sebelumnya.
Saat ini, KFC mengelola sekitar 698 gerai di Indonesia, dan penutupan tersebut menjadi pembahasan yang cukup menarik bagi investor dan pengamat industri. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan tentang strategi bisnis dan kelangsungan usaha mereka di tengah persaingan yang semakin ketat.
Menelusuri Alasan Penutupan Gerai KFC
Penyebab dari penutupan gerai KFC ini terutama berkaitan dengan perubahan pola konsumsi masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak konsumen beralih ke pilihan makanan sehat dan lokal, yang mempengaruhi permintaan terhadap makanan cepat saji. Hal ini menyebabkan kinerja penjualan menurun.
Lebih jauh, perusahaan juga mengalami tekanan dari biaya operasional yang meningkat. Kenaikan harga bahan baku dan biaya tenaga kerja membuat setiap gerai sulit mencapai titik impas. Ini menjadi alasan tambahan bagi manajemen untuk menghentikan operasional di beberapa lokasi yang kurang menguntungkan.
Selain itu, persaingan yang ketat dalam sektor makanan cepat saji juga menjadi faktor pendorong. Banyak pesaing baru yang menawarkan produk dengan harga yang lebih terjangkau atau konsep yang lebih menarik bagi konsumen, sehingga KFC harus berjuang untuk mempertahankan pangsa pasarnya.
Perusahaan juga melakukan evaluasi terhadap lokasi gerai. Beberapa gerai mungkin berada di posisi yang kurang strategis atau tidak menarik bagi konsumen, sehingga sulit untuk bertahan dalam jangka panjang. Keputusan untuk menutup gerai menjadi langkah yang perlu diambil untuk menjaga kesehatan keuangan perusahaan.
Dengan berfokus pada pengelolaan gerai yang lebih menguntungkan, manajemen berharap bisa menciptakan stabilitas dalam pertumbuhan jangka panjang. Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi KFC untuk berinovasi dan menemukan kembali strategi pasarnya.
Situasi Keuangan KFC di Tengah Tantangan Ekonomi
Di tengah penutupan beberapa gerai, laporan keuangan KFC mengungkapkan bahwa perusahaan masih mencatat kerugian. Perusahaan mengalami rugi bersih sebesar Rp138,75 miliar pada periode pertama tahun 2025, berkurang 60,2% dibandingkan tahun sebelumnya.
Meski mengalami kerugian, ada beberapa perkembangan positif yang ditemukan dalam laporan keuangan. Total pendapatan KFC mencapai Rp2,40 triliun, meski mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp2,48 triliun. Ini mengindikasikan adanya pergeseran dalam sumber pendapatan mereka.
Segmen pendapatan dari makanan dan minuman pihak ketiga menyumbang kontribusi terbesar, mencapai Rp2,39 triliun. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada penutupan gerai, ada kebutuhan yang tinggi untuk layanan makanan yang dapat menjangkau lebih banyak konsumen melalui platform lain.
Aset Total perusahaan juga menunjukkan peningkatan, meningkat menjadi Rp4,10 triliun. Meskipun demikian, di sisi lain, liabilitas perusahaan juga cukup tinggi, mencapai Rp3,97 triliun, yang menunjukkan bahwa perusahaan harus bekerja keras dalam pengelolaan utangnya.
Dalam konteks ini, manajemen KFC harus mengambil langkah strategis untuk mengatasi masalah keuangan dan mencari peluang baru yang bisa membantu memulihkan kinerja mereka di pasar. Keputusan untuk terus berekspansi di tengah tantangan ini adalah bagian dari usaha untuk merevitalisasi merek.
Menghadapi Tantangan dengan Strategi yang Tepat
Beradaptasi dengan perubahan adalah kunci bagi KFC untuk bertahan hidup di pasar yang kompetitif. Manajemen perusahaan menyadari perlunya melakukan inovasi dalam menu dan juga meningkatkan layanan agar lebih sesuai dengan kebiasaan baru konsumen yang semakin dinamis.
Selain itu, memperluas kolaborasi dengan mitra distribusi dapat membantu meningkatkan ketersediaan produk KFC di berbagai lokasi. Ini menjadi salah satu langkah strategis yang bisa diambil dalam mengatasi kendala operasional yang ada.
Penting bagi KFC untuk merangkul teknologi dan memanfaatkan platform digital dalam pemasaran dan penjualan. Ini dapat membantu menarik lebih banyak pelanggan, terutama generasi muda yang lebih cenderung memilih layanan berbasis aplikasi.
Mendorong kebijakan keberlanjutan juga menjadi jauh lebih penting, terutama di tengah perhatian global terhadap isu lingkungan. KFC bisa mengambil langkah-langkah proaktif untuk lebih ramah lingkungan dalam proses produksinya.
Seiring berjalannya waktu, perusahaan perlu terus memantau tren pasar dan beradaptasi dengan kebutuhan konsumen. Dengan semua langkah ini, KFC dapat berharap untuk bangkit dari tantangan yang ada dan kembali menjadi salah satu favorit di antara pilihan makanan cepat saji. Antisipasi perubahan dan respons yang cepat adalah dua elemen yang tak terpisahkan dalam menghadapi tantangan ini.