Saham yang dimiliki oleh Grup Djarum, Bank Central Asia (BBCA), mengalami penurunan yang signifikan pada hari perdagangan terbaru. Penurunan kali ini begitu dramatis hingga menjadikan saham tersebut sebagai beban utama dalam kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Harga saham BBCA turun sebesar 2,64% menjadi Rp 7.375 per saham, mencatatkan level terendahnya dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Dalam satu bulan saja, harga saham ini mengalami penurunan sebesar 7,81%, dan total penurunan sejak awal tahun mencapai 23,77%.
Sepanjang tiga tahun terakhir, saham BBCA tercatat sudah terkoreksi lebih dari 10%. Kejadian ini terlihat paradoks, terutama saat IHSG mengalami lonjakan mencapai rekor tertinggi sepanjang masa.
Penyebab Penurunan Saham BBCA yang Mengkhawatirkan
Pelemahan yang dialami oleh saham BBCA semakin mendalam ketika IHSG mencatatkan rekor baru. IHSG telah tumbuh sekitar 15,34% pada tahun ini, menunjukkan pertumbuhan yang cukup mengesankan.
Namun, kontribusi negatif dari saham BBCA yang merupakan salah satu penggerak utama bursa menambah kompleksitas. Dengan lebih dari 145 poin dari penurunan dalam IHSG, BBCA tampaknya menjadi pelaku laggard teratas saat ini.
Salah satu faktor penyebab melemahnya saham ini berasal dari keluarnya dana asing secara besar-besaran. Tercatat, sepanjang tahun ini, dana keluar dari BBCA mencapai Rp 31,19 triliun, menjadikannya sebagai yang tertinggi di bursa saham.
Analisis Kinerja Keuangan BBCA yang Mengundang Pertanyaan
Dari segi kinerja keuangan, pencapaian laba BBCA tampaknya tidak sejalan dengan harapan pasar. Pertumbuhan laba yang hanya mencapai satu digit dianggap sebagai tanda perlambatan, dan ini menjadi perhatian serius.
Sepanjang paruh pertama tahun ini, BBCA mencatat laba bersih sebesar Rp 29 triliun, dengan peningkatan 8% secara tahunan. Meskipun angka ini terlihat positif, pertumbuhan ini sebenarnya berada di titik terendah dalam dua tahun terakhir.
Lebih lanjut, tren pertumbuhan laba yang melambat tampak sangat jelas. Dalam empat kuartal beruntun, laba BBCA terus menunjukkan perlambatan, dan pada kuartal II 2025, pertumbuhannya hanya 6,2% dibandingkan kuartal sebelumnya.
Reaksi Pasar Terhadap Kinerja BBCA yang Menurun
Pertumbuhan laba yang melambat tentu saja mengundang respons negatif dari pasar. Investor tampaknya mulai memandang saham BBCA dengan skeptis, mengingat kinerjanya yang kurang memuaskan.
Saham BBCA pada tahun-tahun sebelumnya hanya sekali merasakan penurunan, yang terjadi pada krisis finansial 2008. Namun, kini baru sembilan bulan di tahun 2025, saham ini sudah merosot lebih dari 23%.
Pergerakan ini bukan hanya masalah jangka pendek, tetapi bisa menjadi tanda pergeseran dalam dinamika pasar dan bagaimana investor berinteraksi dengan emiten yang ada.