Peningkatan jumlah kredit macet di Indonesia, khususnya di kalangan anak muda, telah menjadi perhatian serius bagi banyak pihak. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa kelompok usia sangat muda, yaitu mereka yang berusia di bawah 19 tahun, mengalami lonjakan kredit macet yang signifikan dalam setahun terakhir.
Menurut data OJK per Agustus 2025, ada 22.694 akun pinjaman yang teridentifikasi sebagai macet, sebuah lonjakan dari hanya 2.479 akun pada Juni 2024. Ini mencerminkan peningkatan yang mencengangkan sebesar 815,45% secara tahunan yang menunjukkan adanya masalah serius dalam manajemen keuangan generasi muda.
OJK menyatakan bahwa fenomena ini banyak dipengaruhi oleh rendahnya literasi keuangan di kalangan anak-anak muda. Banyak di antara mereka yang tidak sepenuhnya memahami persyaratan dan risiko yang terkait dengan layanan pembiayaan digital, termasuk kewajiban pembayaran dan denda yang mungkin timbul.
Kenaikan Kredit Macet di Kalangan Anak Muda Berdampak Signifikan
Pertumbuhan jumlah peminjam yang bermasalah ini tidak hanya mencolok dari segi angka, melainkan juga berpotensi menciptakan dampak jangka panjang yang merugikan. Generasi muda yang terjerat utang dapat mengalami tekanan finansial yang berkepanjangan, yang pada gilirannya mempengaruhi aspek kehidupan mereka secara keseluruhan.
“Kelompok usia muda masih memiliki keterbatasan dalam pengelolaan keuangan dan seringkali menggunakan layanan pemberian kredit tanpa mempertimbangkan kemampuan bayar,” jelas OJK dalam rilisnya. Hal ini memperlihatkan pentingnya pendidikan dan pemahaman yang cukup dalam bidang pengelolaan keuangan sejak dini.
OJK juga mencatat bahwa sebagian besar dari peminjam yang terimpit utang tidak memiliki pekerjaan tetap, sehingga mempersulit mereka untuk membayar kewajiban. Ketidakpahaman akan syarat dan ketentuan layanan pembiayaan juga cukup tinggi, menyebabkan mereka terjebak dalam lingkaran utang yang semakin dalam.
Peraturan Baru untuk Perlindungan Konsumen dalam Pembiayaan Digital
Dalam upaya untuk melindungi konsumen, OJK telah menerbitkan peraturan baru yang mulai berlaku pada Juli 2025. Regulasi ini menetapkan batas usia minimal untuk penerima dana di layanan pembiayaan digital menjadi 18 tahun, dan mewajibkan penghasilan minimum Rp3 juta per bulan.
Aturan ini diberikan untuk memastikan bahwa hanya individu yang mampu dan memahami risiko pinjaman yang dapat mengakses layanan pemberian kredit. Dengan hal ini, diharapkan dapat mengurangi jumlah pinjaman yang tidak mampu dibayar, terutama di kalangan anak mudah.
Selain itu, OJK juga telah meminta agar penyelenggara layanan pembiayaan melakukan verifikasi lebih ketat terhadap peminjam. Hal ini menjadi langkah penting untuk menjaga agar kredit tidak diberikan kepada mereka yang berisiko tinggi tidak dapat melunasi utang.
Statistik Peminjaman dan Pembiayaan yang Perlu Diperhatikan
Per Agustus 2025, total peminjam di sektor fintech yang berusia di bawah 19 tahun mencapai 257.331 orang, dengan total piutang mencapai Rp 316,87 miliar. Meskipun 65% dari akun peminjam berstatus lancar, namun situasi ini sangat mengkhawatirkan bagi peminjam yang lainnya.
Data OJK menunjukkan bahwa pertumbuhan pinjaman daring (pindar) mencapai Rp 90,99 triliun hingga September 2025. Meskipun ada peningkatan sebesar 22,16% dibandingkan tahun lalu, laju pertumbuhannya menunjukkan pelambatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Angka ini juga mencerminkan realita bahwa pinjaman dalam sektor fintech semakin dekat dengan tingkat wanprestasi yang mengkhawatirkan. Menurut OJK, tingkat wanprestasi yang lebih dari 90 hari mencapai 2,82% per September 2025, meningkat 44 basis poin dibandingkan tahun lalu, serta naik 12 basis poin secara bulanan.
