Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 mengenai Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau RUU P2SK telah disepakati oleh berbagai fraksi partai dalam rapat Badan Legislasi. RUU ini direncanakan untuk dibahas dalam sidang Paripurna yang akan berlangsung pada 2 Oktober 2025, menandakan langkah signifikan dalam upaya meningkatkan regulasi sektor keuangan di Indonesia.
Dalam draf hasil harmonisasi pada 1 Oktober 2025, mencolok adalah keterlibatan kembali kepolisian dalam penyidikan tindak pidana di sektor jasa perbankan. Sebuah langkah yang dianggap perlu demi meningkatkan efektivitas penanganan masalah perbankan yang kerap mencuat ke permukaan.
Penegakan hukum dalam konteks ini akan dilakukan oleh penyidik dari berbagai instansi, termasuk pihak kepolisian dan penyidik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ini menunjukkan komitmen bersama untuk mengatasi masalah yang ada dengan pendekatan kolaboratif.
Ketentuan mengenai penyidik yang terlibat dalam sektor jasa keuangan diatur dalam Pasal 49 dan Pasal 8, yang menegaskan bahwa penyidikan tindak pidana perbankan dapat dilakukan secara lintas institusi. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat integrasi dalam penegakan hukum di sektor keuangan.
Pasal 37D yang telah direvisi menjelaskan bahwa OJK memiliki kewenangan untuk menetapkan dimulainya atau menghentikan penyidikan terhadap tindak pidana perbankan. Ini merupakan bentuk pengayaan terhadap prosedur yang ada dalam UU 4/2023, di mana otonomi OJK tetap terjaga.
Kali ini, ada kekhawatiran yang wajar mengenai kemungkinan penyalahgunaan wewenang, sehingga diperlukan pengaturan yang jelas dalam pelaksanaan tugas ini. Dengan revisi ini, diharapkan semua pihak dapat bekerjasama lebih baik demi kepentingan publik dan integritas sektor keuangan.
Pentingnya Kerjasama Antara OJK dan Kepolisian dalam Penyidikan
Di tengah tantangan yang dihadapi sektor keuangan, kolaborasi antara OJK dan kepolisian dianggap sangat penting. Kerjasama ini diharapkan dapat memperkuat penyidikan terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan perbankan, yang dalam beberapa tahun terakhir banyak menyita perhatian publik.
Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Gerindra Mohammad Hekal mengungkapkan bahwa revisi RUU P2SK ini akan memfasilitasi sinergi antara instansi terkait. Dengan begitu, ketika ada masalah, langkah penyelesaian bisa diambil lebih cepat dan efektif.
Hekal juga menekankan pentingnya pendekatan restorative justice untuk penyelesaian masalah yang muncul dalam sektor keuangan. Hal ini akan memungkinkan penyelidikan yang lebih manusiawi dan memberi kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki kesalahan mereka tanpa menjatuhkan sanksi yang terlalu berat, selama ada kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat.
Konsep ini menekankan pentingnya negosiasi dan kesepakatan bersama dalam penyelesaian isu hukum, yang akan berdampak positif pada citra sektor keuangan. Dengan demikian, hubungan antara regulator, penegak hukum, dan pelaku industri dapat berjalan lebih baik.
Melalui mekanisme yang lebih fleksibel, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor keuangan dapat meningkat. Ini adalah langkah awal yang penting dalam menuju perbaikan dan penguatan sektor tersebut.
Tantangan dalam Implementasi Revisi RUU P2SK
Meskipun revisi RUU P2SK memberikan kesempatan untuk kerjasama yang lebih baik, tantangan tetap ada dalam implementasinya. Salah satu tantangan utama adalah memastikan bahwa semua pihak, baik OJK maupun kepolisian, benar-benar memahami peran dan tanggung jawab mereka.
Ketidakjelasan dalam pemisahan tugas bisa saja mengakibatkan tumpang tindih, berpotensi memperlambat proses penyelesaian kasus. Oleh karena itu, pelatihan dan koordinasi yang baik antara kedua lembaga menjadi sangat penting.
Selain itu, transparansi dalam proses penyidikan juga sangat dibutuhkan untuk menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat. Seiring berjalannya waktu, pemantauan dan evaluasi secara berkala pun harus dilakukan untuk melihat sejauh mana perubahan ini memberikan dampak positif.
Belum lagi, perluasan jangkauan penyidikan juga harus diperhatikan agar tidak hanya memfokuskan pada isu-isu besar, melainkan juga menangani kasus-kasus yang lebih kecil tetapi tidak kalah penting. Setiap tindakan harus didasarkan pada prinsip keadilan dan keseimbangan.
Masyarakat perlu diajak untuk lebih berperan aktif dalam pengawasan sektor keuangan. Hal ini tidak saja berdampak pada keamanan industri tetapi juga memberikan andil dalam menciptakan budaya transparansi.
Peran Masyarakat dalam Menjaga Integritas Sektor Keuangan
Ketika membicarakan sektor keuangan, partisipasi masyarakat menjadi elemen kunci dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik. Dengan partisipasi aktif, masyarakat bisa memberikan masukan yang berarti untuk perbaikan sistem dan kebijakan yang ada.
Pentingnya edukasi dan sosialisasi mengenai peraturan baru harus dilakukan secara rutin. Masyarakat harus memahami hak dan kewajiban mereka sebagai pengguna jasa keuangan agar bisa melindungi diri mereka dari potensi tindak penipuan.
Forum-forum diskusi dan penyampaian aspirasi perlu difasilitasi untuk menjembatani komunikasi antara masyarakat dan regulator. Dengan adanya saluran komunikasi yang terbuka, kepercayaan terhadap sektor keuangan dapat terbangun secara berkelanjutan.
Sosialisasi ini juga harus melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk kelompok rentan yang seringkali menjadi korban dari praktik-praktik tidak etis. Hal ini penting agar mereka mendapatkan informasi yang memadai dan dapat membuat keputusan yang bijak.
Pada akhirnya, semua pihak, baik dari instansi pemerintah, industri, maupun masyarakat, harus bersinergi untuk menciptakan ekosistem keuangan yang sehat, transparan, dan berkeadilan. Dengan semangat kerjasama, kita bisa mengatasi tantangan yang ada demi masa depan yang lebih baik.