Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini mengungkapkan bahwa likuiditas sektor perbankan di Indonesia menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pada Agustus 2025, dana pihak ketiga (DPK) mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, mencapai angka Rp 9.386 triliun dengan kenaikan 8,51% dibandingkan tahun lalu.
Pertumbuhan DPK yang awalnya stagnan di level 4% menunjukkan tren peningkatan yang positif. Hal ini menjadi kabar baik bagi industri perbankan, yang sebelumnya menghadapi tantangan dalam menarik simpanan dari masyarakat.
“Likuiditas di bulan Agustus tetap mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sektor perbankan,” tutur Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Dian Ediana Rae, dalam konferensi pers yang diadakan pada 9 Oktober 2025.
Dian menjelaskan lebih lanjut mengenai rasio kredit terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) yang tercatat sebesar 86,05% per Agustus 2025. Angka ini menunjukkan adanya perbaikan dibandingkan dengan Mei 2025, yang sempat mencapai level 88,16% dan mencerminkan stabilitas yang lebih baik di sektor perbankan.
Selain itu, alat likuid per non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid per dana pihak ketiga (AL/DPK) juga berada dalam posisi yang semakin baik. Pada Agustus 2025, AL/NCD dan AL/DPK masing-masing tercatat di angka 120,25% dan 27,25% yang memperlihatkan soliditas keuangan perbankan.
Perkembangan Kredit di Sektor Perbankan Indonesia yang Menarik untuk Diketahui
Pada Agustus 2025, penyaluran kredit mencapai Rp 8.075 triliun dengan kenaikan 7,56% secara tahunan. Pertumbuhan ini lebih tinggi 53 basis poin dibandingkan bulan sebelumnya, mengindikasikan permintaan kredit yang mulai pulih.
Jika dilihat dari jenis penggunaannya, kredit investasi mengalami pertumbuhan tertinggi, mencapai 13,86% year-on-year. Sementara itu, kredit konsumsi dan kredit modal kerja masing-masing bertumbuh 7,80% dan 3,53%, menunjukkan ketergantungan yang bervariasi terhadap jenis kredit.
Di sisi lain, profil debitur juga mengalami perubahan, di mana kredit untuk sektor korporasi tumbuh 10,79% dan untuk UMKM hanya 1,3%. Perbedaan ini menarik untuk dianalisis lebih lanjut, terutama terkait dengan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Analisis Risiko Kredit di Sektor Perbankan yang Penting untuk Diperhatikan
Meskipun pertumbuhan kredit menunjukkan penguatan total, ada sejumlah faktor yang harus diperhatikan. Misalnya, pertumbuhan kredit konsumsi mengalami perlambatan dibandingkan bulan-bulan sebelumnya, yang menjadi tanda bahwa konsumen mungkin lebih berhati-hati dalam mengambil kredit.
Sejalan dengan itu, OJK melaporkan bahwa risiko kredit tetap terkendali dengan rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) gross di angka 2,28%. Angka ini relatif stabil jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, mencerminkan manajemen risiko yang cukup baik dari lembaga keuangan.
Rasio nonperforming loan net tercatat di angka 0,87%, yang menunjukkan bahwa sebagian besar kredit yang disalurkan masih berada dalam kategori aman. Ini memberikan kepercayaan kepada para pemangku kebijakan dan pelaku pasar bahwa sektor perbankan masih dapat menjaga kualitas kreditnya.
Strategi OJK dalam Mengelola Likuiditas dan Risiko Kredit yang Relevan
Upaya OJK untuk menjaga likuiditas di sektor perbankan selama periode ketidakpastian sangat krusial. Stabilitas likuiditas akan membantu mengurangi risiko yang dihadapi lembaga keuangan, sehingga dapat beroperasi dengan lebih efisien.
OJK juga berkomitmen untuk terus memantau perkembangan pasar dan memberikan langkah strategis untuk meningkatkan produktivitas sektor perbankan. Kebijakan yang adaptif akan memungkinkan industri perbankan untuk lebih tanggap terhadap perubahan situasi ekonomi yang terjadi.
Dengan meningkatkan kualitas dan ketepatan pengelolaan risiko, OJK berharap dapat menciptakan ekosistem perbankan yang lebih sehat, berkelanjutan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Keseluruhan langkah ini sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.