Di tengah dinamika ekonomi yang terus berubah, sektor pembiayaan multifinance menghadapi tantangan yang semakin berat. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa piutang pembiayaan multifinance mencapai Rp505,59 triliun per Agustus 2025, meningkat 1,26% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, meskipun ada pertumbuhan, laju pertumbuhan ini terlihat melambat, menimbulkan kekhawatiran di kalangan para pelaku industri.
Dalam rangka memahami situasi ini, penting untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan piutang di sektor multifinance. Data terbaru menunjukkan bahwa pada Juli 2025, angka pertumbuhan hanya tercatat sebesar 1,79%, jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 10,18% pada Agustus 2024, mencerminkan tren penurunan yang signifikan.
Kepala Eksekutif OJK, Agusman, menjelaskan bahwa segmen kendaraan bermotor mendominasi pembiayaan multifinance, mencakup 76,17% dari total outstanding yang senilai Rp405,79 triliun. Sektor ini memang menjadi motor penggerak, tetapi ke depan, tantangan untuk mendorong pertumbuhan lebih besar tetap ada.
Proyeksi Pertumbuhan Sektor Pembiayaan di Indonesia
Di tengah tantangan yang ada, Agusman optimis bahwa industri multifinance akan tetap tumbuh positif hingga akhir tahun 2025. Namun, dia juga mengingatkan akan adanya risiko yang dapat menyebabkan penurunan proyeksi pertumbuhan tersebut. Kemampuan sektor ini untuk beradaptasi dengan perubahan kondisi pasar sangat penting dalam upaya mempertahankan pertumbuhan yang mapan.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno, mengungkapkan keprihatinan atas target pertumbuhan industri yang mungkin tidak tercapai. Daya beli masyarakat yang masih lemah menjadi salah satu faktor utama yang membatasi permintaan kredit. Menurutnya, meskipun berbagai strategi pemasaran telah diterapkan, hasil yang diinginkan belum sepenuhnya terpenuhi.
Penting juga untuk melihat dampak sentimen pasar terhadap keputusan pembelian konsumen. Masyarakat cenderung lebih berhati-hati dalam melakukan pengeluaran besar, termasuk membeli kendaraan baru, yang secara langsung memengaruhi pertumbuhan pembiayaan. Suwandi mencatat bahwa meskipun ada upaya untuk menggaet nasabah, hasil yang diperoleh belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang signifikan.
Dampak Penurunan Penjualan Mobil Terhadap Pembiayaan Multifinance
Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan bahwa pasar otomotif di Indonesia belum menunjukkan pergerakan yang signifikan. Dari Januari hingga September 2025, penjualan mobil baru hanya tercatat sebanyak 561.819 unit, turun 11,3% dibandingkan angka tahun lalu. Penurunan ini menunjukkan bahwa antusiasme masyarakat terhadap pembelian mobil baru masih sangat rendah.
Tak hanya itu, penjualan ritel pun mengalami penurunan yang tidak kalah mendalam. Hingga kuartal ketiga 2025, penjualan dari dealer ke konsumen mencapai 585.917 unit, menurun 10,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini jelas mencerminkan tantangan bagi industri pembiayaan yang bergantung pada penjualan kendaraan.
Prospek penjualan yang suram ini berpotensi menghambat pertumbuhan lebih lanjut dalam sektor pembiayaan multifinance. Ketidakpastian ekonomi dan rendahnya daya beli masyarakat menciptakan tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan-perusahaan dalam menjaga kesehatan finansial mereka. Sebagai hasilnya, inovasi dan strategisasi yang lebih baik menjadi sangat penting bagi industri ini.
Strategi Pemasaran dalam Menghadapi Krisis Permintaan
Dalam upaya untuk mengatasi tantangan ini, industri multifinance diharapkan untuk memperkuat strategi pemasarannya. Langkah-langkah seperti program promosi dan peningkatan layanan pelanggan bisa menjadi salah satu solusinya. Pendekatan yang lebih agresif dalam menjangkau calon nasabah diharapkan dapat meningkatkan laju pertumbuhan yang selama ini tertekan.
Selain itu, perusahaan juga perlu mempertimbangkan inovasi produk dan layanan yang lebih menarik bagi konsumen. Membuka peluang untuk kerjasama dengan dealer kendaraan atau menawarkan skema pembiayaan yang lebih fleksibel dapat memberikan keuntungan kompetitif di pasar yang ketat saat ini. Hal ini juga dapat membantu merangsang minat masyarakat untuk berinvestasi pada kendaraan.
Peningkatan pengetahuan dan pemahaman tentang produk keuangan juga penting bagi konsumen. Edukasi mengenai manfaat dan kelebihan pembiayaan kendaraan diharapkan dapat meningkatkan minat pembelian, yang pada gilirannya akan menguntungkan kedua belah pihak, baik konsumen maupun perusahaan pembiayaan.