Pendirian kasino pertama di Indonesia di Jakarta menjadi momen penting dalam sejarah perjudian negeri ini. Berlokasi di Petak Sembilan, Glodok, kasino tersebut mencapai pendapatan mengesankan, yaitu sekitar Rp 200 miliar saat dibuka.
Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, yang memimpin inisiatif ini, berada di tengah berbagai tantangan terkait pembangunan di ibu kota. Dengan keterbatasan anggaran yang ada, banyak proyek infrastruktur terpaksa tertunda, dan hal ini mendorongnya untuk mencari sumber pendanaan alternatif untuk membangun Jakarta.
Ali Sadikin akhirnya memutuskan untuk melegalkan perjudian sebagai cara baru dalam menambah anggaran. Langkah tersebut bertujuan untuk memberikan kontribusi positif bagi perekonomian melalui penerimaan pajak yang lebih terarah.
Pembukaan kasino: langkah kontroversial untuk pembangunan
Pada 21 September 1967, keputusan untuk melegalkan judi resmi diumumkan melalui Surat Keputusan Gubernur. Pelokalan perjudian dianggap sebagai solusi untuk menghilangkan praktik judi ilegal yang marak dan merugikan masyarakat.
Media lokal menyampaikan bahwa langkah ini bukan hanya untuk mengeruk keuntungan, tetapi juga untuk menggunakan dana hasil judi demi pembangunan infrastruktur Jakarta. Dalam pengumuman tersebut, pemerintah berharap untuk menarik aliran dana yang sebelumnya mengalir ke oknum-oknum tertentu.
Awalnya, banyak yang skeptis terhadap keputusan ini, namun pemerintah bertekad untuk memastikan bahwa hasil judi digunakan demi kebaikan umum, seperti pembangunan jembatan dan sekolah. Dengan adanya kasino, diharapkan dapat membangkitkan ekonomi lokal dan menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Dampak awal dari legalisasi perjudian di Jakarta
Setelah kasino dibuka, laporan dari berbagai media menunjukkan bahwa banyak wisatawan, khususnya dari kalangan keturunan Tionghoa, berbondong-bondong mengunjungi tempat ini. Hal ini berdampak positif, terutama dari segi pendapatan daerah melalui pajak yang dibayarkan oleh pemain.
Kasino tersebut mampu menghadirkan keuntungan besar bagi pemerintah DKI Jakarta, dengan pajak sekitar Rp 25 juta setiap bulan. Angka ini terbilang signifikan ketika dikonversikan ke dalam nilai saat ini, yaitu sekitar Rp 200 miliar.
Keberhasilan kasino di Petak Sembilan mendorong pembukaan kasino tambahan di lokasi lain, seperti Ancol. Dengan demikian, kasino tidak hanya menjadi sumber pendapatan, tetapi juga daya tarik wisata yang mendatangkan lebih banyak pengunjung.
Pembangunan Jakarta melalui dana judi
Pemerintah DKI Jakarta memanfaatkan hasil dari perjudian untuk membangun infrastruktur yang diperlukan di ibu kota. Infrastruktur yang dibangun termasuk jembatan, rumah sakit, dan sekolah, yang sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan kota.
Selama kurun waktu sepuluh tahun, hasil dari perjudian membawa perubahan signifikan pada anggaran kota. Dari yang semula puluhan juta, anggaran Jakarta meningkat menjadi Rp 122 miliar pada tahun 1977.
Karena perkembangan ini, Jakarta mulai tampak lebih modern dan teratur. Pendekatan ini menjadi contoh bagaimana elemen yang sering dianggap negatif bisa dipakai untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat jika dikelola dengan baik.
Akhir dari era perjudian legal di Jakarta
Namun, keberhasilan ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1974, pemerintah pusat mengeluarkan UU No. 7 yang melarang segala bentuk perjudian di Indonesia, termasuk kasino. Dengan demikian, era perjudian legal di Jakarta berakhir, dan pemerintah harus segera mencari sumber pendanaan lain.
Larangan tersebut menandai perubahan besar dalam kebijakan publik mengenai perjudian di Indonesia. Keputusan ini mendapatkan dukungan luas dari berbagai kalangan, yang khawatir judi membawa dampak sosial negatif.
Meski sudah diakhiri, warisan dari legalisasi perjudian awal ini tetap membekas dalam pembangunan Jakarta. Banyak yang masih berpendapat bahwa kebijakan tersebut membuka jalan bagi inovasi dalam mencari sumber pendanaan untuk proyek-proyek publik.
