Profesi penagih utang, atau yang lebih dikenal sebagai debt collector, sering kali dianggap memiliki daya tarik tersendiri, terutama dari segi penghasilan. Bayaran yang diperoleh dalam profesi ini sangat bervariasi, tergantung pada kualitas kerja dan kesepakatan yang dibangun dengan perusahaan yang mempekerjakan mereka.
Menurut Budi Baonk, seorang praktisi di bidang Asset Recovery Management di sebuah perusahaan leasing kendaraan, bayaran debt collector ditentukan berdasarkan kesepakatan yang jelas. Umumnya, rentang pembayaran untuk tugas penagihan atau penarikan aset leasing dapat berkisar antara Rp 5 juta hingga Rp 20 juta.
Besaran fee ini juga dipengaruhi oleh jenis unit yang ditagih. Semakin baru dan bernilai tinggi kendaraan yang dikelola, semakin besar pula komisi yang bisa didapatkan oleh debt collector. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor tertentu dapat memengaruhi upah dalam profesi yang tidak banyak dibicarakan ini.
Pentingnya Pemahaman akan Regulasi dalam Penagihan Utang
Dalam praktiknya, keberadaan debt collector diatur oleh OJK melalui Peraturan OJK (POJK) 22 Tahun 2023. Peraturan ini memberikan pedoman kepada semua penyelenggara jasa keuangan untuk melakukan penagihan utang secara etis dan sesuai norma yang berlaku.
Pasal 62 dari POJK tersebut menekankan bahwa penagihan harus dilakukan tanpa ancaman atau tindakan yang bisa mempermalukan konsumen. Hal ini penting agar proses penagihan tetap manusiawi dan tidak melanggar hak-hak konsumen dalam bertransaksi.
Selain itu, aturan tersebut juga mencakup waktu dan lokasi penagihan. Debt collector diizinkan melakukan penagihan dari hari Senin sampai Sabtu, kecuali hari libur nasional, antara pukul 08.00 hingga 20.00 waktu setempat. Jika ada kebutuhan untuk melakukan penagihan di luar waktu dan tempat yang telah ditentukan, maka persetujuan dari konsumen harus didapatkan terlebih dahulu.
Responsibilitas Konsumen dalam Proses Penagihan
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Friderica Widyasari Dewi, menyatakan bahwa konsumen juga memiliki peran penting dalam proses ini. Konsumen tidak hanya berhak atas perlindungan, tetapi juga harus bertanggung jawab terhadap kewajibannya dalam pembayaran utang.
Ia menekankan bahwa edukasi kepada konsumen sangat penting, misalnya tentang pentingnya memenuhi kewajiban pembayaran. Jika konsumen tidak ingin berurusan dengan debt collector, solusi terbaik adalah memastikan kewajiban mereka dilaksanakan dengan baik.
Apabila terdapat kesulitan dalam pembayaran, konsumen didorong untuk secara aktif mengajukan restrukturisasi kepada lembaga keuangan. Meskipun hasil akhir dari restrukturisasi adalah keputusan lembaga keuangan, sikap proaktif dari konsumen sangat membantu dalam proses ini.
Etika dan Praktik Baik dalam Penagihan Utang
Etika dalam penagihan utang menjadi salah satu aspek yang tidak bisa diabaikan. OJK menegaskan pentingnya tindakan yang tidak hanya sesuai hukum, tetapi juga bernilai moral dalam berinteraksi dengan konsumen. Penagihan tidak boleh dilakukan dengan cara yang mengganggu atau menciptakan suasana ketakutan pada konsumen.
Dalam konteks ini, penting bagi debt collector untuk memiliki pelatihan yang memadai mengenai praktik terbaik tidak hanya dalam hal penagihan, tetapi juga dalam berkomunikasi dengan konsumen. Memahami situasi konsumen dan memberikan kesempatan untuk menyelesaikan masalah keuangan mereka mencerminkan sikap profesional dalam industri ini.
OJK juga berkomitmen untuk tidak melindungi konsumen yang melakukan tindakan buruk, atau dalam istilah mereka, “nakal”. Hal ini berarti bahwa ada keseimbangan yang perlu dijaga antara hak konsumen dan pemenuhan kewajibannya terhadap lembaga keuangan.
Dengan demikian, penyelenggara jasa keuangan diharapkan dapat menjalankan praktik penagihan yang tidak hanya legal tetapi juga etis. Ini menciptakan iklim bisnis yang lebih baik dan saling menghormati antara kreditur dan debitur.
