Jakarta, industri telekomunikasi di Indonesia tengah mengalami perkembangan signifikan, utamanya dengan proyek-proyek yang bertujuan untuk meningkatkan jangkauan layanan internet. Salah satu pemain utama dalam sektor ini adalah PT Remala Abadi Tbk, yang tengah mengintensifkan upaya pengembangan jaringan fiber to the home (FTTH) dari Jawa hingga Bali. Dengan pendekatan yang sistematis, perusahaan berambisi untuk memberikan akses internet yang lebih baik kepada masyarakat luas.
Baru-baru ini, Remala menjalin kemitraan strategis melalui kerja sama operasi (KSO) dengan ARA Infra Indo dan Data Prima Solusindo. Dengan langkah ini, Remala berharap dapat memperluas penetrasi layanan broadband di wilayah Bali dan Tangerang Selatan, berfokus pada produk Nethome yang inovatif.
“Kami optimis bahwa penandatanganan KSO ini akan membawa dampak positif pada akses internet di daerah tersebut,” kata Samuel Adi Mulia, Vice President Revenue Assurance PT Remala Abadi Tbk. Kesuksesan usaha ini diharapkan dapat tercermin dalam peningkatan jumlah pelanggan dan koneksi yang lebih stabil.
Dalam upaya mencapai target tersebut, Remala menargetkan penambahan hingga 500 ribu homepass di masing-masing wilayah KSO hingga tahun 2026. Komitmen ini merupakan langkah konkret perusahaan dalam meningkatkan kualitas layanan dan menjawab kebutuhan masyarakat akan koneksi internet yang lebih cepat dan andal.
Saat ini, penetrasi internet di Indonesia masih berada pada angka yang cukup rendah jika dibandingkan dengan potensi yang ada. Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia, jangkauan fixed broadband baru mencakup sekitar 21% rumah tangga. Angka ini sangat jauh dibandingkan dengan penetrasi internet seluler yang telah mencapai 80,66%.
Faktor Penyebab Rendahnya Penetrasi Internet di Indonesia
Beberapa faktor berkontribusi terhadap rendahnya penetrasi fixed broadband di Tanah Air. Pertama, keterbatasan infrastruktur yang mendukung akses internet tetap menjadi tantangan besar bagi banyak daerah. Banyak wilayah, terutama di luar kota besar, belum memiliki akses yang memadai untuk jaringan broadband yang stabil.
Sebagian besar masyarakat lebih bergantung pada layanan internet seluler, yang lebih mudah diakses dan lebih fleksibel. Selain itu, tingkat kesadaran akan pentingnya internet cepat untuk berbagai aspek kehidupan, seperti pendidikan dan bisnis, masih perlu ditingkatkan.
Survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2025 menunjukkan bahwa hanya sekitar 28,43% masyarakat yang memiliki akses ke fixed broadband di rumah. Pemerintah berambisi untuk mencapai angka 50% pada tahun 2029, dengan kecepatan 100 Mbps, namun hal ini memerlukan kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta.
Peluang Bisnis di Sektor Telekomunikasi
Melihat rendahnya penetrasi fixed broadband, banyak peluang bisnis terbuka bagi perusahaan seperti Remala Abadi. Perusahaan ini tidak hanya berfokus pada perluasan jaringan, tetapi juga pada peningkatan layanan pelanggan dan inovasi teknologi yang dapat menarik lebih banyak pengguna.
Pengembangan infrastruktur selama beberapa tahun ke depan bisa membuka akses yang lebih luas kepada masyarakat, memungkinkan banyak individu dan keluarga untuk menikmati manfaat internet cepat. Hal ini juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui peningkatan aktivitas bisnis online.
Dengan pertumbuhan angka pengguna internet yang terus meningkat, perusahaan telekomunikasi bisa memasuki pasar baru dan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak untuk memperluas layanan. Oleh karena itu, strategi pemasaran dan pelayanan menjadi kunci dalam mempertahankan dan menarik pelanggan dalam pasar yang kompetitif ini.
Perkembangan Keuangan Perusahaan Telekomunikasi
Dari sisi keuangan, PT Remala Abadi Tbk mencatatkan angka pendapatan sebesar Rp 314,4 miliar di kuartal ketiga tahun 2025, mengalami peningkatan 26% dibandingkan tahun sebelumnya. Angka ini mencerminkan posisi perusahaan yang baik dan kepercayaan investor terhadap potensi pertumbuhan di sektor telekomunikasi.
EBITDA yang dinormalisasi mencapai Rp 144 miliar, dengan margin EBITDA normal sebesar 46%. Laba bersih yang dinormalisasi juga tercatat di angka Rp 65 miliar, menunjukkan bahwa perusahaan dapat meraih profitabilitas yang baik sambil terus berinvestasi di infrastruktur dan pengembangan layanan.
Dengan modal yang cukup kuat, Remala Abadi berpotensi untuk terus berinovasi dan mengembangkan teknologi baru dalam layanan internet. Hal ini akan membantu perusahaan untuk bersaing dalam era digital yang terus berkembang, di mana kebutuhan akan layanan internet cepat semakin mendesak.
