Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, baru-baru ini mengungkapkan bahwa sektor perbankan masih menerapkan suku bunga khusus yang tinggi untuk simpanan besar. Hal ini menyebabkan tingkat suku bunga kredit dan dana pihak ketiga sulit untuk turun, meskipun BI Rate telah diturunkan sebanyak 150 basis poin.
Menurut Perry, suku bunga khusus ini bahkan melampaui rata-rata suku bunga deposito yang ditetapkan pada September 2025, yang tercatat sebesar 4,52%, dengan angka mencapai 5,53%. Total deposito yang menikmati suku bunga khusus ini mencapai Rp 2.549,8 triliun, atau setara dengan 31,1% dari total dana pihak ketiga yang disimpan di perbankan.
“Hal ini juga menjelaskan mengapa suku bunga kredit belum turun,” jelas Perry pada rapat kerja dengan Komite IV DPD RI. Menurutnya, penerapan suku bunga khusus ini berkontribusi terhadap total dana pihak ketiga yang mencapai angka tersebut, dan mempengaruhi pasar kredit secara keseluruhan.
Perincian Suku Bunga Khusus Berbagai Kelompok Depositor
Perry menegaskan bahwa suku bunga khusus yang tinggi itu diberikan untuk berbagai kelompok deposan. Kelompok deposan Pemerintah BUMN menjadi yang tertinggi dengan suku bunga mencapai 5,97%, meskipun angka ini telah turun dari 6,60% pada 2024.
Di samping itu, kelompok industri keuangan non-bank (IKNB) menyusul dengan suku bunga sebesar 5,86%. Sementara itu, individu dan swasta non IKNB berada pada tingkat 5,73% dan 5,39% masing-masing.
Perry juga menyoroti bahwa suku bunga untuk bukan penduduk sebesar 5,22%, sementara untuk pemerintah non BUMN berada di angka 5,19%. Ini menunjukkan variasi yang cukup signifikan di antara kelompok-kelompok deposan ini.
Peran Bank Dalam Menyediakan Suku Bunga Khusus Tinggi
Dari total dana pihak ketiga yang memperoleh suku bunga khusus, sebagian besar diberikan oleh bank umum swasta nasional, mencapai Rp 1.170,3 triliun. Setelahnya, bank BUMN memberikan Rp 1.088,8 triliun, diikuti oleh BPD yang menyuplai Rp 266,4 triliun.
Bank asing yang memiliki kantor cabang di Indonesia menyumbang Rp 24,4 triliun. Angka-angka ini menunjukkan struktur pasar perbankan yang dinamis dan menandakan pentingnya strategi dalam dalam menjaga likuiditas dan suku bunga di masa mendatang.
Perry mengatakan, untuk menciptakan iklim suku bunga yang lebih sehat, perlu ada dorongan dari berbagai sektor dan regulasi yang tepat. Hal ini akan membantu menurunkan suku bunga kredit, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Strategi Menurunkan Suku Bunga Kredit di Sektor Perbankan
Meskipun suku bunga kredit saat ini belum menunjukkan penurunan, Perry percaya bahwa ada langkah yang bisa diambil untuk mengatasi situasi tersebut. Melalui himbauan dan insentif likuiditas, diharapkan bank bisa lebih fleksibel dalam menurunkan suku bunga.
Ini menjadi tantangan tersendiri, karena sistem perbankan harus seimbang dalam menyesuaikan kebijakan suku bunga demi menjaga stabilitas ekonomi. Untuk itu, komunikasi yang jelas antara bank, regulator, dan deposan sangat diperlukan agar semua pihak bisa mendapatkan manfaat yang optimal.
Perry juga mengingatkan pentingnya keberlanjutan dalam mengelola suku bunga, sehingga dapat tercapai kondisi yang lebih stabil dalam perekonomian. Keberlanjutan ini tidak hanya berfokus pada suku bunga jangka pendek tetapi harus mempertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap sektor riil.
