Perilaku toxic sering kali terjadi tanpa disadari oleh individu yang terlibat. Dampak dari perilaku ini mempengaruhi kesehatan mental dan fisik seseorang dengan cara yang cukup merusak. Menurut dr. Hilda Marsela, Sp.KJ, seorang dokter spesialis kesehatan jiwa, penting untuk memahami bahwa perilaku toxic tidak seratus persen merujuk kepada orang tersebut, tetapi lebih pada efek yang ditimbulkan dari interaksi antara individu-individu dalam situasi tersebut.
“Perilaku toxic bukan semata-mata tentang siapa orangnya, melainkan bagaimana dampaknya terhadap diri kita. Interaksi yang negatif dapat memberikan efek yang cukup merugikan bagi kesehatan mental kita,” jelas Hilda dalam sebuah talkshow terkait Hari Kesehatan Jiwa Sedunia yang disiarkan melalui Instagram Kemenkes RI. Ia memberikan wawasan tentang bagaimana interaksi sosial dapat menjadi beracun bagi individu jika tidak dikelola dengan baik.
Lingkungan toxic bisa muncul di berbagai tempat, baik dalam hubungan cinta, keluarga, maupun di tempat kerja. Misalnya, dalam konteks hubungan percintaan, tindak kekerasan, baik verbal maupun fisik, dapat menimbulkan ketakutan yang mendalam serta stres di antara pasangan. Dalam situasi ini, penting untuk mengenali tanda-tanda dan bertindak untuk melindungi diri.
Sama halnya dengan lingkungan kerja, situasi yang toxic bisa berawal dari kompetisi yang tidak sehat. Ketidakamanan di tempat kerja dapat membuat individu merasa tertekan, takut berekspresi, dan akhirnya meningkatkan risiko stres. Lingkungan kerja yang mendukung sebaliknya justru dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan karyawan.
Namun, untuk keluar dari situasi toxic bukanlah hal yang mudah. Banyak individu merasa terikat secara emosional atau takut kehilangan sehingga memilih untuk bertahan meskipun berada dalam kondisi yang merugikan diri sendiri. Hal ini menyoroti pentingnya kesadaran diri dan pencarian dukungan yang tepat untuk mengatasi situasi tersebut.
Mengenali Ciri-Ciri Lingkungan Toxic yang Berbahaya
Penting untuk mengenali ciri-ciri lingkungan yang toxic agar kita dapat mengambil langkah proaktif. Salah satu tanda awal adalah komunikasi yang penuh dengan kritik yang tidak konstruktif di antara individu. Ketika seseorang lebih banyak menerima kritik dibandingkan dengan pujian, ini dapat mengikis rasa percaya diri dan kesehatan mental.
Selain itu, perasaan negatif yang terus-menerus seperti kecemasan atau ketidakpuasan dapat menjadi indikator bahwa kita berada dalam lingkungan yang tidak sehat. Di tempat kerja, ini bisa terlihat dari suasana kompetitif yang berlebihan, yang menghancurkan tim kerja dan mengurangi keinginan untuk berkolaborasi.
Ketidakadilan dalam perlakuan juga bisa menjadi tanda peringatan. Jika kita merasakan perlakuan yang berbeda dibandingkan dengan rekan kerja atau anggota keluarga lainnya hanya karena perbedaan pendapat atau karakter, itu bisa menjadi sinyal bahwa kita berada dalam situasi yang toxic. Hal ini akan membutuhkan keberanian untuk berbicara atau bahkan melibatkan pihak ketiga untuk mendapatkan solusi yang lebih baik.
Menyadari pola perilaku yang tidak sehat di antara rekan-rekan atau dalam hubungan pribadi juga krusial. Jika seseorang selalu mengeksploitasi kelemahan kita atau menggunakan informasi pribadi untuk menyakiti kita, itu adalah tanda jelas dari hubungan yang toxic.
Strategi Menghadapi Lingkungan Toxic dengan Efektif
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menghadapi situasi toxic ini secara efektif. Pertama, kita perlu menetapkan batasan yang jelas. Menentukan batasan dalam interaksi sehari-hari akan membantu melindungi diri dari dampak negatif dari perilaku toxic lainnya.
Selanjutnya, penting untuk mencari dukungan dari orang-orang terpercaya. Membagikan pengalaman dengan teman, keluarga, atau profesional dapat memberikan perspektif yang lebih objektif dan membantu kita melihat situasi dengan lebih jelas.
Praktik mindfulness juga bisa menjadi salah satu cara efektif untuk mengatasi stres yang muncul dari lingkungan toxic. Melalui meditasi atau teknik relaksasi, individu bisa memulihkan ketenangan pikiran dan memperkuat mental mereka.
Melawan stigma tentang berbicara mengenai kesehatan mental dan mencari bantuan juga merupakan langkah penting. Mengurangi rasa malu dan membuka diri untuk berbicara tentang pengalaman di lingkungan yang toxic bisa membantu kita mendapatkan dukungan yang diperlukan.
Membangun Hubungan yang Sehat di Sekitar Kita
Penting untuk membangun hubungan yang sehat agar dapat menghindari lingkungan toxic. Hal pertama adalah berfokus pada komunikasi yang terbuka dan jujur. Ketika kita berbicara secara langsung tentang perasaan dan kebutuhandan, itu akan menciptakan rasa saling pengertian antar-individu.
Menumbuhkan rasa empati dan dukungan di antara rekan-rekan juga merupakan langkah penting. Dengan memahami bahwa setiap orang memiliki perjuangan tersendiri, kita bisa meningkatkan hubungan sosial dan menciptakan lingkungan yang lebih suportif.
Membangun kepercayaan menjadi langkah selanjutnya dalam membangun hubungan yang sehat. Kepercayaan menciptakan fondasi yang kuat dan memungkinkan individu untuk lebih terbuka terhadap satu sama lain, mengurangi potensi terjadinya perilaku toxic.
Tak kalah penting, meluangkan waktu untuk kegiatan yang memperkuat hubungan antarpersonal. Melalui kegiatan menyenangkan atau kolaboratif, kita bisa menciptakan momen-momen positif yang dapat menetralkan dampak lingkungan yang kurang mendukung.
Dengan begitu, kita dapat menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang sehat, di mana setiap individu merasa aman, dihargai, dan didukung. Dengan pendekatan yang tepat, transformasi hubungan dan lingkungan menjadi lebih baik bukanlah hal yang mustahil untuk dicapai.