Belakangan ini, fenomena backdoor listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) semakin mencuat. Banyak emiten yang berusaha menjadi perusahaan publik dengan cara akuisisi, menyusul penurunan jumlah yang melakukan penawaran umum perdana (IPO) jika dibandingkan dengan tahun lalu.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menjelaskan bahwa backdoor listing adalah cara bagi perusahaan swasta untuk menjadikan diri mereka publik. Proses ini dilakukan dengan mengakuisisi perusahaan yang sudah terdaftar di bursa.
Meskipun di BEI tidak ada istilah resmi backdoor listing, proses akuisisi lewat tindakan korporasi seperti rights issue tetap memungkinkan. Nyoman menekankan pentingnya kehadiran pihak yang ingin membangun perusahaan dengan aset yang mampu meningkatkan pertumbuhan.
Tren Backdoor Listing Meningkat di Kalangan Emiten
Dalam beberapa bulan terakhir, tren backdoor listing oleh emiten di Bursa Efek Indonesia mengalami peningkatan signifikan. Banyak perusahaan swasta memilih strategi ini untuk menjadi publik meskipun pilihan lain seperti IPO juga masih tersedia.
Nyoman menyoroti bahwa meskipun terdapat banyak aksi backdoor listing, BEI tetap membuka kesempatan bagi investor yang ingin melaksanakan IPO. Ia optimis bahwa fund raising melalui IPO masih akan diminati meskipun ada kebangkitan backdoor listing.
Data menunjukkan bahwa BEI sudah mencatat 25 perusahaan melalui skema direct listing. Ini menandakan langkah positif meskipun jumlah emiten baru tidak sebanyak tahun sebelumnya, peningkatan proceed yang hampir 200% patut dicatat.
Kenaikan Aktivitas Akuisisi oleh Perusahaan Asing di Pasar Modal
Sepanjang tahun 2025, aktivitas akuisisi di pasar modal Indonesia berada pada tren kenaikan. Perusahaan asing berinvestasi dalam berbagai sektor seperti energi, teknologi, dan kesehatan, menggugah perhatian investor domestik dan asing.
Beberapa emiten yang melakukan backdoor listing dalam waktu dekat antara lain PT Platinum Wahab Nusantara Tbk dan PT Bangun Karya Perkasa Jaya Tbk. Langkah ini menarik minat banyak pihak untuk memahami lebih dalam tentang dampaknya bagi pasar modal.
Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa sepanjang September 2025, jumlah dana yang terkumpul mencapai Rp186,52 triliun. Dari total tersebut, Rp13,15 triliun berasal dari 17 emiten baru, menunjukkan kebangkitan di pasar modal Indonesia.
Dampak dan Tantangan di Pasar Modal Indonesia
Meskipun ada peningkatan dalam aktivitas akuisisi, jumlah perusahaan yang baru melantai di bursa cenderung semakin berkurang dari tahun ke tahun. Ini menjadi tantangan bagi otoritas untuk mendorong perkembangan dan minat investor terhadap IPO.
Pada tahun 2024, BEI mencatat adanya 41 perusahaan yang berhasil melakukan pencatatan saham perdana. Meskipun tahun ini hanya sedikit perusahaan yang IPO, besaran dana yang terhimpun menunjukkan potensi yang masih dapat dikembangkan.
Saat ini, keseluruhan dana yang terhimpun dari IPO pada tahun lalu mencapai Rp14,35 triliun. Dari jumlah tersebut, terkumpul sekitar Rp4,32 triliun di periode yang sama, menandakan bahwa kegiatan IPO tetap diminati meskipun dalam konteks yang lebih kompetitif.
