Jakarta, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) telah mengumumkan rencananya untuk memangkas jumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari sekitar 1.000 perusahaan menjadi hanya 200. Mengingat hampir setengah dari jumlah tersebut mengalami kerugian, langkah ini dianggap perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja perusahaan-perusahaan pelat merah di Indonesia.
Managing Director Danantara, Febriany Eddy, menjelaskan bahwa banyak perusahaan dalam ekosistem BUMN seharusnya tidak ada karena kinerja yang tidak optimal. Kondisi ini menciptakan penurunan margin keuntungan yang cukup signifikan bagi perusahaan induk.
Dalam suatu sesi diskusi di Wisma Danantara, Febriany menyatakan bahwa dengan banyaknya entitas anak BUMN, seringkali tugas yang seharusnya bisa dikerjakan oleh satu perusahaan terpecah ke dalam beberapa entitas. Hal ini tidak hanya menghambat efektivitas tetapi juga berpotensi merugikan finansial.
Pentingnya Konsolidasi dan Penyederhanaan BUMN
Danantara berkomitmen untuk melakukan konsolidasi dan penyederhanaan jumlah BUMN dengan menutup entitas yang tidak lagi bermanfaat. Langkah ini tidak hanya bertujuan untuk mengurangi kerugian, tetapi juga untuk meningkatkan daya saing di dalam sektor yang ada.
Febriany mencontohkan sektor telekomunikasi di mana berbagai perusahaan bersaing ketat dengan cara yang tidak sehat, termasuk praktik penurunan harga yang merugikan semua pihak. Hal ini menjadi salah satu alasan utama untuk melakukan penghapusan entitas yang belum mampu memberikan kontribusi nyata.
Menurut Febriany, setelah konsolidasi, fase berikutnya adalah melakukan transformasi, termasuk privatisasi jika dianggap perlu. Tujuan akhir dari konsolidasi adalah untuk menjadikan 200 perusahaan yang tersisa sebagai entitas yang efisien dan menguntungkan.
Data dan Fakta Mengenai Kinerja BUMN
Saat ini, tercatat ada 1.046 BUMN, termasuk anak dan cucu usaha yang ada. Namun, situasi yang mengkhawatirkan adalah fakta bahwa 97% dari total dividen yang diterima oleh BUMN hanya berasal dari delapan perusahaan besar. Data ini menunjukkan ketidakmerataan dalam kinerja keuangan yang perlu segera ditangani.
Menariknya, sekitar 52% BUMN dilaporkan mengalami kerugian yang totalnya mencapai hampir Rp 50 triliun per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa ada pekerjaan rumah yang besar yang perlu diselesaikan untuk memperbaiki kinerja sektor ini.
Belum lama ini, Chief Operation Officer Danantara, Dony Oskaria, juga menyampaikan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap kondisi BUMN. Pengamatan mendalam ini diharapkan dapat membantu dalam merumuskan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan kinerja.
Menghadapi Tantangan dan Mengimplementasikan Strategi
Dalam konteks yang lebih luas, perubahan ini merupakan bagian dari strategi untuk membangun ekosistem BUMN yang lebih berkelanjutan. Danantara ingin memastikan bahwa perusahaan-perusahaan yang tersisa adalah mereka yang memiliki potensi untuk memberikan manfaat maksimal bagi negara.
Penyederhanaan yang dilakukan diharapkan dapat meredakan persaingan yang tidak sehat di antara BUMN. Dalam hal ini, Febriany menjadi penggerak utama dalam hal pengurangan jumlah entitas, yang dianggap terlalu banyak untuk dikelola dengan efisien.
Diharapkan bahwa, dengan adanya pemangkasan jumlah BUMN, akan muncul perusahaan-perusahaan yang lebih solid dan berorientasi pada hasil. Rencana ini bukan hanya sekadar mengurangi jumlah, tetapi juga meningkatkan kualitas sumber daya dan pelayanan yang memungkinkan BUMN berkontribusi lebih baik.
