Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, baru-baru ini mengungkapkan keprihatinannya mengenai tidak lolosnya Wowiek Prasantyo, yang kerap disapa Mardigu, dan Helmy Yahya dalam seleksi sebagai komisaris Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB). Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, terutama mengingat harapan besar yang disematkan kepada keduanya.
Dedi, yang akrab disebut Kang Dedi, mengungkapkan harapannya agar Helmy dan Mardigu dapat menempati posisi strategis di BJB. Sebelumnya, saat Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 16 April 2025, Mardigu sudah diangkat sebagai Komisaris Utama Independen dan Helmy sebagai Komisaris Independen.
Namun, tak lama setelah itu, keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelang pengangkatan mereka menjadi sorotan. Kang Dedi mengaku sangat menyesal atas keputusan OJK yang tidak meloloskan kedua nama tersebut, meski dia percaya keduanya memiliki integritas yang dibutuhkan untuk peran itu.
Kang Dedi pun mempertanyakan alasan di balik keputusan OJK. Dalam penjelasannya, ia menekankan bahwa tidak ada informasi jelas mengenai mengapa kedua calon tersebut gagal dalam proses seleksi.
Sementara itu, para pemegang saham BJB telah secara resmi mengangkat Mardigu dan Helmy dalam rapat sebelumnya. Namun, kini mereka dihadapkan pada situasi di mana pengangkatan tersebut direncanakan untuk dibatalkan dalam RUPSLB yang berlangsung pada 1 Desember 2025.
Dalam pengumuman resmi BJB, disebutkannya bahwa tindakan ini merupakan respons terhadap surat dari OJK yang meragukan kelayakan kandidat. Hal ini menunjukkan betapa ketatnya seleksi dan penilaian yang dilakukan oleh lembaga pengawas.
Helmy Yahya sendiri mengungkapkan bahwa ia tidak secara aktif melamar jabatan di BJB. Dia menyatakan bahwa dirinya diminta oleh Kang Dedi untuk mengambil peran tersebut, dan ia pun bersedia demi membantu perbaikan manajemen di bank tersebut.
Ia meneruskan dengan menjelaskan proses yang telah dilalui, termasuk menghadiri pelatihan dan mengikuti penilaian yang dilakukan oleh OJK. Namun, meskipun telah mempersiapkan diri dengan baik, hasil akhir justru menunjukkan ketidakcocokan.
Helmy merasa terkejut ketika diberitahu bahwa dia tidak memenuhi syarat sesuai dengan hasil fit and proper test yang dilakukan oleh OJK. Menurutnya, ada indikasi bahwa laporan dari pihak ketiga mempengaruhi penilaian tersebut.
Dia mengungkapkan rasa frustrasi saat mengetahui adanya laporan tambahan setelah penilaiannya. Helmy berpendapat bahwa seharusnya dia diberikan kesempatan untuk menjelaskan atau mengklarifikasi isu yang mungkin muncul dalam laporan tersebut.
Belakangan, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, memberikan keterangan mengenai proses fit and proper test. Dian menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penilaian calon pemimpin bank untuk menjaga integritas dan profesionalisme sektor perbankan.
Dian juga menambahkan bahwa pemimpin di bidang perbankan harus memenuhi standar tinggi agar dapat melindungi dana masyarakat. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya OJK dalam menjalankan mandat pengawasan dan menjaga reputasi industri keuangan.
Perdebatan Tentang Kelayakan Calon Komisaris BJB
Situasi ini memunculkan banyak perdebatan tentang kelayakan calon komisaris di BJB. Sejumlah kalangan menyangsikan kriteria yang digunakan OJK dalam menilai kandidat. Mereka mempertanyakan apakah kriteria tersebut adil dan sejalan dengan kebutuhan sektor perbankan yang semakin kompleks.
Beberapa pengamat menyatakan bahwa situasi ini menunjukkan bahwa proses seleksi di OJK perlu ditinjau ulang. Banyak yang berpendapat bahwa transparansi dalam penilaian calon sangat penting agar tidak ada kesan favoritisme atau penilaian subjektif.
Pengamat lain mengungkapkan bahwa keputusan OJK harus dipahami dalam konteks lebih luas, di mana integritas dan kredibilitas lembaga keuangan sangat penting. Mereka berpendapat bahwa OJK berupaya keras untuk menjaga standar tinggi dalam kepemimpinan perbankan.
Implikasi Bagi Kepercayaan Publik terhadap Sektor Perbankan
Tidak lolosnya Helmy dan Mardigu menjadi pertanda bagi kepercayaan publik terhadap sistem perbankan. Banyak orang merasa kehilangan kepercayaan ketika keputusan pengangkatan bisa dibatalkan begitu saja. Hal ini dapat memicu keraguan di kalangan investor dan masyarakat umum mengenai stabilitas manajemen bank.
Akibatnya, sektor perbankan harus lebih proaktif dalam membangun transparansi dan komunikasi yang baik dengan publik. Ini bisa dilakukan melalui keterlibatan masyarakat dalam proses pengawasan dan penilaian terhadap lembaga keuangan.
Penting bagi bank untuk menjelaskan keputusan terkait pengangkatan dan menyampaikan alasan yang jelas terkait dengan kebijakan OJK. Kejelasan ini diharapkan mampu meredakan ketidakpastian dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi perbankan.
Langkah Selanjutnya dalam Proses Pengangkatan Komisaris
Ke depan, BJB dihadapkan pada tantangan besar untuk memilih kandidat alternatif yang sesuai. Proses pencarian ini tentu harus melibatkan penilaian yang lebih mendalam terkait dengan integritas dan kemampuan calon komisaris. Pemilihan ini harus dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang berpengaruh pada kinerja bank.
Sebagai bank yang dikelola oleh pemerintah daerah, BJB perlu menjunjung tinggi prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap pengambilan keputusan. Ini untuk memastikan bahwa setiap langkah yang diambil mempunyai dukungan yang kuat dari masyarakat.
Selain itu, OJK juga diharapkan untuk memberikan panduan yang jelas tentang kriteria kelayakan bagi calon komisaris di masa mendatang. Dengan adanya pedoman yang lebih jelas, diharapkan proses seleksi dapat berjalan lebih efisien dan tanpa kesalahan yang sama terulang kembali.
