Jakarta mengalami perubahan signifikan dalam industri alas kaki baru-baru ini. PT Sepatu Bata Tbk mengumumkan penghentian kegiatan produksi sepatu setelah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang diadakan pada 25 September 2025.
Pemberitahuan resmi menyatakan bahwa perubahan ini menghapus kegiatan usaha industri alat kaki untuk kebutuhan sehari-hari. Keputusan ini menunjukkan tantangan yang dihadapi perusahaan dalam mempertahankan operasionalnya di tengah dinamika pasar yang berubah cepat.
Langkah ini diambil setelah penutupan pabrik sepatu di Purwakarta yang mengakibatkan lebih dari 200 karyawan kehilangan pekerjaan. Direktur perusahaan, Hatta Tutuko, menjelaskan bahwa keputusan ini merupakan hasil dari evaluasi panjang dan usaha yang telah dilakukan untuk menyelamatkan bisnis.
Penyebab Penutupan Pabrik dan Dampak Terhadap Karyawan
Pembangunan dan operasional pabrik purwakarta telah beroperasi selama bertahun-tahun, namun dalam beberapa tahun terakhir, permintaan produk yang diproduksi mengalami penurunan drastis. Situasi ini diperparah oleh perubahan perilaku konsumen pasca-pandemi yang beralih ke produk alternatif.
Kehilangan pekerjaan bagi 233 pekerja merupakan dampak langsung dari keputusan ini, yang tentunya menambah tantangan sosial di masyarakat sekitar. Penutupan pabrik menjadi simbol dari ketidakpastian yang melanda industri produksi alas kaki yang sudah berjalan lama.
Hatta mencatat bahwa perusahaan telah berjuang keras selama empat tahun untuk beradaptasi dengan kondisi pasar. Namun, kapasitas produksi yang lebih besar daripada permintaan membuat situasi ini tak terhindarkan.
Kinerja Keuangan Perusahaan yang Menurun
Secara keseluruhan, PT Sepatu Bata Tbk mengalami penurunan kinerja finansial yang signifikan. Diawali dengan laporan kerugian sebesar Rp190,29 miliar pada akhir tahun 2023, angka ini meningkat drastis dari kerugian Rp105,92 miliar pada tahun sebelumnya.
Melihat hasil laporan pada Maret 2025, perusahaan mencatat kerugian lebih lanjut sebesar Rp19,64 miliar, yang mencerminkan penurunan permintaan yang terus berlanjut. Dampak dari penjualan yang anjlok membuat lemahnya pendapatan perusahaan.
Selama bulan Maret 2025, pendapatan perusahaan tercatat hanya mencapai Rp94,92 miliar, sebuah penurunan tahunan sebesar 16,34%. Meskipun beban perusahaan telah ditekan, kinerja bottom line masih jauh dari harapan.
Strategi Perusahaan untuk Melakukan Restrukturisasi
Dalam respon terhadap situasi yang mengkhawatirkan ini, perusahaan melakukan beberapa langkah restrukturisasi. Salah satu langkah penting adalah menutup lebih dari 200 gerai yang merugi untuk memfokuskan kembali sumber daya pada gerai yang lebih menguntungkan.
Langkah ini diambil untuk mereorganisasi jaringan distribusi dan mengoptimalkan operasional. Tujuannya adalah untuk menciptakan jaringan yang lebih efisien dan produktif, meskipun ini berarti harus melakukan pengurangan tenaga kerja dan penutupan lokasi.
Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan peluang bagi perusahaan untuk bertahan dan beradaptasi dengan kondisi pasar yang terus berubah. Namun, proses ini tetap memiliki risiko dan tantangan tersendiri yang harus dikelola dengan hati-hati.