Jakarta, pasar saham Indonesia mengalami dinamika yang menarik dalam beberapa waktu terakhir. Salah satu fokus utama adalah saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), yang menunjukkan pergerakan signifikan dalam perdagangan terakhir, menarik perhatian banyak investor.
Pada perdagangan Rabu (8/10/2025), saham BBCA menjadi sasaran aksi jual oleh investor asing. Dengan catatan net sell mencapai Rp 757,3 miliar, saham ini mengalami penurunan 2,64% hingga mencapai harga terendah dalam tiga tahun terakhir, yaitu Rp 7.375.
Dalam sebulan terakhir, saham BBCA telah mengalami penurunan sebesar 7,81%. Sementara itu, sejak awal tahun 2025, penurunan saham BBCA bahkan mencapai 23,77%, yang menunjukkan adanya tren penurunan yang signifikan dalam tiga tahun terakhir, di mana saham ini terkoreksi lebih dari 10%.
Dampak Aksi Jual Asing terhadap Pasar Saham
Aksi jual yang dilakukan oleh investor asing tidak hanya terbatas pada saham BBCA. Sektor lain juga merasakan dampaknya, seperti Rukun Raharja (RAJA) yang mencatat net sell Rp 150,9 miliar dan Solusi Sinergi Digital (WIFI) sebesar Rp 100,4 miliar. Hal ini menandakan bahwa ketidakpastian di pasar sedang meningkat.
Total transaksi di bursa saham menunjukkan bahwa investor asing melakukan pembelian senilai Rp 6,87 triliun, namun diimbangi dengan penjualan yang lebih besar mencapai Rp 7,32 triliun. Dengan demikian, net foreign sell di pasar mencapai Rp 455,1 miliar.
Selain itu, pada hari sebelumnya, net foreign sell tercatat lebih rendah, yaitu Rp 89,4 miliar. Kondisi ini menggambarkan adanya tekanan yang lebih kuat terhadap pasar saham yang diakibatkan oleh sentimen negatif dari luar negeri.
Daftar Saham dengan Aksi Jual Terbesar
Investor dapat melihat tren aksi jual ini dari daftar saham yang paling banyak terjual oleh investor asing. Adapun daftar tersebut meliputi PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan net sell tertinggi, diikuti oleh Rukun Raharja (RAJA) dan Solusi Sinergi Digital (WIFI).
- PT Bank Central Asia Tbk (BBCA): Rp 757,3 miliar
- PT Rukun Raharja Tbk (RAJA): Rp 150,9 miliar
- PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI): Rp 100,4 miliar
- PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN): Rp 83,8 miliar
- PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK): Rp 67,6 miliar
- PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA): Rp 53,3 miliar
- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI): Rp 53,3 miliar
- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI): Rp 44,9 miliar
- PT Petrosea Tbk (PTRO): Rp 31,2 miliar
- PT Barito Pacific Tbk (BRPT): Rp 30,2 miliar
Analisis menunjukkan bahwa angka-angka ini bisa memberikan gambaran umum spesifik terkait ketertarikan dan kepercayaan investor terhadap saham-saham tertentu. Hal ini sangat penting untuk dipantau bagi para investor yang ingin mengambil keputusan investasi yang tepat.
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Di sisi lain, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Indeks ditutup dengan penurunan tipis sebesar 0,04% atau hanya 3,25 poin, menyentuh angka 8.166,03 pada akhir perdagangan kemarin.
Pergerakan IHSG terlihat sangat volatil. Diawali dengan kenaikan sebesar 0,4% di pagi hari, IHSG sempat mengalami penurunan yang cukup tajam, mencapai 1,52% sebelum akhirnya menutup sesi pertama dengan penurunan 0,51% ke level 8.127,70.
Dalam perdagangan kemarin, terdapat 290 saham yang mengalami kenaikan, sementara 401 saham lainnya mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa pasar dalam keadaan tidak stabil, dengan nilai transaksi yang mencapai Rp 29,48 triliun.
Sektor-sektor yang Terpengaruh di Pasar Saham
Mayoritas sektor perdagangan mengalami koreksi, terutama sektor finansial dan utilitas. Namun, terdapat sektor barang baku dan properti yang menunjukkan penguatan terbesar di tengah pasar yang volatile ini.
Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun bursa saham mengalami tekanan, beberapa sektor masih mampu bertahan atau bahkan tumbuh. Para investor sebaiknya tetap mencermati dinamika sektor-sektor ini untuk memanfaatkan peluang yang ada.
Dari analisis yang ada, banyak investor yang kini mulai melakukan pergeseran strategi. Ini menjadi peluang bagi mereka yang ingin mendiversifikasi portofolio investasi mereka di waktu-waktu yang tidak menentu seperti sekarang ini.