Penyebab Tindakan Ekstrem pada Remaja: Gangguan Mental

Penyebab Tindakan Ekstrem pada Remaja: Gangguan Mental

Penyebab Tindakan Ekstrem pada Remaja: Gangguan Mental

Gangguan Mental – Kasus kekerasan yang dilakukan oleh remaja kembali menjadi perhatian publik. Fenomena ini memicu kekhawatiran banyak pihak, termasuk para ahli psikologi yang mencoba memahami akar permasalahannya. Salah satu faktor utama yang kerap disebut-sebut sebagai pemicu tindakan ekstrem pada remaja adalah gangguan kesehatan mental.

Menurut psikolog klinis A. Kasandra Putranto, gangguan kesehatan mental, masalah keluarga, dan tekanan sosial adalah tiga faktor utama yang saling berinteraksi dalam mendorong perilaku destruktif pada remaja. “Tidak hanya gangguan mental, tetapi juga masalah keluarga dan tekanan sosial turut berperan besar,” ungkap Kasandra, seperti dikutip oleh Antara pada Senin (2/12/2024).


Gangguan Mental dan Perilaku Impulsif

Kasandra menjelaskan bahwa individu yang mengalami gangguan mental, baik emosional, kepribadian, maupun jiwa, cenderung lebih impulsif dan sulit mengendalikan emosi. Kondisi ini membuat mereka lebih rentan terhadap perilaku agresif yang dapat berujung pada tindakan kekerasan.

“Ketika emosi tidak terkendali, mereka sering kali bertindak tanpa berpikir panjang. Hal ini berbahaya, terutama jika didukung oleh lingkungan yang tidak mendukung pemulihan,” jelas Kasandra.

Gangguan mental seperti depresi, kecemasan, dan gangguan bipolar sering kali tidak terdeteksi pada remaja, padahal tanda-tandanya sudah ada. Perubahan drastis dalam perilaku, seperti mudah marah, menarik diri, atau kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya disukai, dapat menjadi sinyal awal gangguan mental.


Pengaruh Lingkungan Keluarga

Selain faktor internal, Kasandra menekankan pentingnya memperhatikan kondisi lingkungan keluarga. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah salah satu pemicu utama gangguan mental pada anak. Anak-anak yang tumbuh di lingkungan penuh kekerasan cenderung kesulitan mengelola emosi mereka dan lebih rentan mengalami trauma mendalam.

“Trauma akibat kekerasan dalam rumah tangga bisa meninggalkan luka yang mendalam. Anak-anak ini cenderung kesulitan mengelola stres dan emosi, yang pada akhirnya bisa memicu tindakan agresif di kemudian hari,” papar Kasandra.

Keluarga yang tidak harmonis juga sering kali gagal memberikan dukungan emosional yang dibutuhkan oleh remaja. Ketidakhadiran orang tua secara emosional, konflik berkepanjangan, atau kurangnya rasa aman di rumah dapat memperburuk kondisi mental remaja.


Tekanan Sosial dan Pengaruh Media

Di luar lingkungan keluarga, tekanan sosial dari teman sebaya, masalah akademik, dan paparan media juga menjadi faktor penting yang memengaruhi perilaku remaja. Remaja yang tidak memiliki mekanisme coping yang baik sering kali merasa tertekan oleh tuntutan sosial atau ekspektasi yang tidak realistis.

Kasandra juga menyoroti peran media, terutama konten kekerasan yang dapat memengaruhi cara pandang remaja terhadap kekerasan. “Media memang bukan satu-satunya penyebab, namun kombinasi antara faktor internal dan eksternal dapat meningkatkan risiko terjadinya tindakan kekerasan,” tegasnya.

Paparan konten negatif di media sosial, misalnya, dapat mendorong normalisasi kekerasan sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah. Dalam jangka panjang, hal ini dapat memengaruhi cara remaja bereaksi terhadap konflik, baik di lingkungan sekolah maupun di rumah.


Pentingnya Deteksi Dini dan Edukasi

Untuk mencegah tindakan ekstrem pada remaja, Kasandra menekankan pentingnya deteksi dini terhadap tanda-tanda gangguan mental. Remaja yang menunjukkan perubahan perilaku signifikan, seperti mudah marah, sering menyendiri, atau kehilangan minat terhadap kegiatan sehari-hari, perlu mendapatkan perhatian lebih dari orang tua dan lingkungan sekitar.

“Orang tua, guru, dan lingkungan sekitar perlu lebih peka terhadap perubahan perilaku remaja. Jika ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan, segera konsultasikan dengan ahli,” saran Kasandra.

Penanganan yang tepat sejak dini dapat membantu remaja memahami dan mengelola emosinya dengan lebih baik, sehingga risiko tindakan kekerasan dapat diminimalkan.

Selain deteksi dini, edukasi kepada orang tua juga penting. Banyak orang tua yang tidak menyadari pentingnya kesehatan mental dalam perkembangan anak. Memberikan pemahaman tentang cara mendukung anak secara emosional dan menciptakan lingkungan keluarga yang aman adalah langkah awal yang penting.


Kesimpulan

Tindakan ekstrem pada remaja sering kali merupakan hasil dari kombinasi berbagai faktor, termasuk gangguan mental, tekanan sosial, dan lingkungan keluarga yang tidak mendukung. Peran orang tua, guru, dan masyarakat sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan emosional remaja.

Peningkatan kesadaran tentang kesehatan mental, deteksi dini, dan akses ke layanan konseling adalah langkah-langkah yang perlu diambil untuk mencegah tindakan kekerasan lebih lanjut. Dengan pendekatan yang holistik, diharapkan remaja dapat tumbuh menjadi individu yang lebih sehat secara mental dan emosional, sehingga mampu menghadapi tekanan hidup tanpa harus beralih pada perilaku destruktif.

 

Baca juga artikel kesehatan lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *