Mantan Direktur Utama PT Sky Energy Indonesia Tbk, Christoper Liawan, telah membantah keterlibatannya dalam kasus dugaan penggelapan dana dan dokumen perusahaan. Pernyataan ini disampaikan melalui kuasa hukumnya yang menegaskan bahwa klaim kerugian sebesar Rp 60 miliar akibat tindakan yang dituduhkan tidaklah benar.
Keterangan resmi yang dikeluarkan oleh pihak manajemen PT Sky Energy Indonesia menyatakan bahwa tidak ada bukti kuat mengenai adanya kerugian materiil yang mencapai Rp 3 miliar seperti yang diungkapkan dalam audit oleh penyidik kepolisian. Tim hukum Christopher juga menegaskan bahwa hasil audit tersebut tidak mencerminkan kenyataan yang ada.
Menurut kuasa hukum Christoper, saat gelar perkara, penyidik tidak dapat memberikan angka pasti mengenai penggelapan yang dituduhkan. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai keakuratan laporan yang ada serta indikasi dugaan penggelapan yang tidak didukung oleh bukti yang jelas.
Persoalan Kerugian yang Diperkirakan dalam Kasus Ini
Kuasa hukum menambahkan bahwa berdasarkan Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas, audit perusahaan terbuka harus dilakukan oleh akuntan publik. Keterasingan antara jumlah kerugian yang disebutkan, yaitu Rp 3 miliar dan estimasi kerugian yang mencapai Rp 60 miliar juga menciptakan ketidakpastian dalam penilaian ini.
Pengacara juga menjelaskan bahwa dugaan penggelapan masih dalam proses penyidikan oleh pihak kepolisian. Hal ini menimbulkan keprihatinan akan kesimpulan awal yang diambil oleh pihak manajemen JSKY, yang sudah menyatakan Christopher bersalah sebelum adanya keputusan pengadilan.
JSKY, sebagai emiten panel surya yang terdaftar di bursa, mengklaim bahwa dugaan penggelapan tersebut memberikan dampak signifikan. Kerugian yang dialami tidak hanya berhubungan dengan materiil, tetapi juga dengan potensi hilangnya proyeksi pelanggan strategis.
Dampak Terhadap Keberlanjutan Perusahaan dan Manajemen
Kerugian materiil yang diperkirakan mencapai Rp 3 miliar muncul akibat dugaan penggelapan yang dilakukan oleh mantan direktur. Namun, pihak manajemen menyebutkan bahwa proyeksi pelanggan strategis yang diambil alih secara tidak sah berpotensi mengakibatkan kerugian lebih besar, berkisar antara Rp 30 hingga Rp 60 miliar setiap tahunnya.
Keadaan ini menuntut manajemen untuk bekerja lebih keras dalam memulihkan administrasi perusahaan. Mereka harus memastikan bahwa seluruh proses audit bisa berjalan dengan baik dan sesuai ketentuan yang berlaku untuk menjaga keberlanjutan perusahaan.
Dalam keterangan resminya, manajemen JSKY menyatakan bahwa mereka akan menyediakan semua informasi yang diperlukan untuk membantu proses penyidikan. Namun, mereka juga menekankan pentingnya menjaga integritas perusahaan dalam penanganan kasus ini.
Saham dan Pemilik di PT Sky Energy Indonesia
Saat ini, saham PT Sky Energy Indonesia dipegang oleh berbagai pemegang saham, termasuk Kejaksaan Agung dengan kepemilikan sebesar 20,50%. Selain itu, PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memiliki 10%, sedangkan PT Trinitan Global Pasifik memegang 4,52% dari total saham.
Masyarakat umum juga memiliki porsi saham yang signifikan, mencapai 64,98% atau setara dengan 1,3 miliar lembar saham. Dengan banyaknya pemegang saham, sangat penting bagi perusahaan untuk menciptakan transparansi dalam proses hukum ini.
Pihak perusahaan diharapkan dapat menjelaskan situasi secara jelas kepada investor untuk mencegah kepanikan di pasar. Penjelasan yang jelas dapat membantu mengevaluasi kekuatan dan ketahanan perusahaan terhadap situasi yang penuh tantangan ini.
