Komisi VI DPR RI baru-baru ini mengambil langkah signifikan dengan menyetujui Rancangan Undang-Undang Perubahan ke-4 atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). RUU ini akan dibawa ke dalam rapat paripurna DPR RI untuk disetujui menjadi undang-undang, menandakan langkah maju dalam pengelolaan BUMN.
Perwakilan pemerintah seperti Wakil Menteri Sekretaris Negara dan Menteri Hukum hadir dalam pertemuan tersebut, menunjukkan dukungan penuh terhadap inisiatif ini. Bahkan, revisi ini mulai dibahas sejak 23 September 2025, dengan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto sebagai pengusul utama.
Wakil Ketua Komisi VI sekaligus Ketua Panja Revisi UU BUMN, Andre Rosiade, menyampaikan bahwa dalam revisi ini terdapat 84 pasar yang diubah. Dari hasil diskusi, dia merangkum 12 poin penting yang menjadi perhatian utama dalam revisi UU BUMN ini.
Poin pertama dalam revisi adalah pengaturan lembaga yang bertugas dalam pemerintahan di bidang BUMN, yang akan dinamakan Badan Pengaturan BUMN. Hal ini sebagai langkah strategis untuk memfokuskan pengelolaan BUMN ke arah yang lebih optimal.
Dengan adanya badan baru ini, diharapkan pengawasan dan pengelolaan BUMN dapat dilakukan dengan lebih efektif. Selain itu, reaksi terhadap perubahan ini harus diantisipasi oleh pihak terkait untuk menjaga stabilitas dalam sektor ini.
Poin Penting dalam Revisi UU BUMN yang Disetujui
Salah satu poin yang penting dalam revisi adalah perubahan nomenklatur dari Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan BUMN. Hal ini mencerminkan kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan BUMN.
Selain itu, revisi ini juga menambah kewenangan BP BUMN, yang diharapkan bisa mengoptimalkan peran BUMN dalam mendukung perekonomian nasional. Dengan meningkatnya peran ini, diharapkan BUMN dapat lebih adaptif terhadap perubahan pasar.
Poin lain yang signifikan adalah pengaturan dividen saham seri A Dwi Warna yang kini akan dikelola langsung oleh BP BUMN. Tentu saja, langkah ini harus disetujui oleh Presiden sebagai bentuk pengawasan yang lebih ketat.
Langkah ini juga mempertegas larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri yang terlibat dalam direksi, komisaris, dan dewan pengawas BUMN. Ini diambil sebagai tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi yang mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Revisi juga menghapus ketentuan yang menyatakan bahwa anggota direksi dan dewan komisaris bukanlah penyelenggara negara. Dengan kata lain, semua orang yang terlibat dalam pengelolaan BUMN harus dapat dipertanggungjawabkan vis-a-vis kepada publik.
Kepentingan Kesetaraan Gender di BUMN
Kesetaraan gender juga mendapat perhatian dalam revisi ini, dengan mengatur agar karyawan BUMN yang menduduki jabatan strategis seperti direksi dan komisaris mendapatkan perlakuan yang sama. Ini mencerminkan semangat inklusivitas di lingkungan kerja BUMN.
Selain berfokus pada aspek manajerial, revisi ini juga memberikan perhatian terhadap aspek perpajakan. Transaksi yang melibatkan Badan Holding Operasional dan pihak ketiga kini diatur lebih jelas dalam regulasi baru.
Dari segi pengawasan, pengaturan kewenangan pemeriksaan keuangan BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan juga menjadi salah satu bagian penting dari revisi ini. Hal ini bertujuan untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi di dalam pengelolaan BUMN.
Mekanisme peralihan dari Kementerian BUMN kepada BP BUMN juga menjadi poin utama dalam revisi ini. Ini penting untuk memastikan transisi yang mulus tanpa mengganggu operasional BUMN yang ada saat ini.
Pengaturan jangka waktu rangkap jabatan menteri dan wakil menteri yang diatur dengan lebih ketat sejak putusan Mahkamah Konstitusi dijatuhkan adalah usaha lain untuk mempertegas bahwa semua pengelolaan BUMN harus mengikuti standar yang jelas.
Tantangan dan Harapan bagi BUMN Selanjutnya
Setiap perubahan dalam struktur hukum selalu diiringi tantangan, terutama dalam implementasinya. Di sinilah peran aktif semua pemangku kepentingan sangat diperlukan untuk memastikan revisi ini tidak hanya tertuang dalam undang-undang, tetapi juga diaplikasikan di lapangan.
Tantangan adaptasi terhadap perubahan regulasi dalam sistem yang sudah ada tentu tak bisa diabaikan. Namun, dengan perencanaan yang baik dan pengawasan yang ketat, diharapkan BUMN dapat bertransformasi ke arah yang lebih baik.
Di sisi lain, harapan besar disematkan pada BP BUMN baru ini. Dengan otoritas yang lebih luas dan pengawasan yang lebih ketat, diharapkan kinerja BUMN dapat meningkat dan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian nasional.
Revisi UU BUMN juga diharapkan membawa angin segar bagi inovasi dalam pengelolaan BUMN. Dengan perubahan ini, BUMN diharapkan dapat lebih responsif terhadap tantangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
Menjalin kerjasama strategis dengan sektor swasta dan menghadirkan inovasi layanan kepada masyarakat adalah langkah yang penting untuk diambil oleh BUMN ke depan.