Pada hari Kamis, 16 Oktober 2025, saham-saham di sektor konsumer menunjukkan performa yang positif di pasar. Hal ini dipicu oleh pernyataan Menteri Keuangan yang mengisyaratkan kemungkinan pemangkasan pajak pertambahan nilai (PPN), yang dapat mendorong daya beli masyarakat dan memberikan dampak baik bagi pasar saham.
Salah satu saham yang mencolok adalah Unilever Indonesia, yang mengalami lonjakan harga sebesar 7,63% menjadi Rp 1.975 per lembar saham. Di sesi perdagangan hari itu, sebanyak 50,68 juta saham Unilever berpindah tangan, dengan total transaksi mencapai Rp 99,19 miliar.
Pengumuman bahwa Unilever akan memberikan dividen setara 100% dari laba tahun buku 2025 juga menjadi kabar baik bagi investor. Dalam konferensi pers yang diadakan di Graha Unilever Tangerang, pihak perusahaan menegaskan komitmennya untuk memberikan dividen kepada pemegang saham tahun depan.
Kondisi Pasar Saham di Tengah Isu PPN
Selain Unilever, saham Mitra Adiperkasa juga mengalami kenaikan, mencapai 7,83% sehingga berada di level Rp 1.240. Jumlah saham yang diperdagangkan mencapai 43,86 juta, dengan total nilai transaksi Rp 53,85 miliar, menunjukkan antusiasme pasar terhadap perusahaan tersebut.
Kenaikan saham MAPI sangat dipengaruhi oleh sentimen positif terkait peluncuran iPhone 17, di mana anak usaha perusahaan ini, Digimap Indonesia, merupakan distributor resmi produk Apple. Hal ini menjadikan MAPI salah satu saham yang diuntungkan dalam momentum peluncuran produk teknologi baru.
Indofood Sukses Makmur dan Indofood CBP Sukses Makmur juga menunjukkan performa baik dengan kenaikan masing-masing sebesar 2,17% dan 2,88%. Sementara itu, emiten unggas Charoen Pokphand Indonesia mencatatkan kenaikan yang signifikan sebesar 4,96% dalam sesi perdagangan yang sama.
Persepsi Investor terhadap Kebijakan Fiskal
Saham Alfamart masih menunjukkan trend positif meskipun naik terbatas, hanya 0,9% menjadi Rp 2.240. Namun, tidak semua saham meraih keberuntungan, seperti Aspirasi Hidup Indonesia yang justru mengalami penurunan sebesar 3,64% pada hari tersebut.
Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya yang membuka kemungkinan untuk insentif perpajakan mewarnai kondisi pasar. Bagi banyak investor, penurunan tarif PPN adalah langkah yang dinanti-nanti, khususnya dalam konteks upaya mendorong daya beli masyarakat yang sempat tertekan.
Namun, Purbaya menekankan pentingnya evaluasi mendalam mengenai situasi fiskal pemerintah saat ini. Dengan menimbang berbagai faktor ekonomi, ia menyatakan belum yakin bahwa pemangkasan PPN akan dilakukan dalam waktu dekat, mengingat adanya kontraksi dalam penerimaan pajak negara.
Perkembangan Penerimaan Pajak dan Dampaknya
Menurut Menteri Keuangan, setoran pajak per akhir September 2025 mencatatkan kontraksi sebesar 4,4% dibanding tahun lalu, dengan total mencapai Rp 1.295,3 triliun. Pemicu utama penurunan ini berasal dari dua komponen penting, yaitu pajak penghasilan badan dan PPN.
Penerimaan PPh Badan mengalami penurunan sebesar 9,4% secara tahunan, dengan total setoran sekitar Rp 215,10 triliun. Sementara itu, tekanan lebih berat dialami PPN dan PPNBM, yang mencatatkan kontraksi sebesar 13,2% menjadi Rp 474,44 triliun, memperlihatkan tantangan yang dihadapi pemerintah dalam mencapai target penerimaan pajak.
Purbaya mengingatkan agar setiap langkah yang diambil dalam kebijakan fiskal harus dilakukan dengan hati-hati. Ia menekankan bahwa pemangkasan pajak yang tidak dipertimbangkan dengan baik dapat berdampak buruk pada kondisi defisit anggaran negara.