Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah berupaya untuk meningkatkan rasio free float saham di pasar modal Indonesia demi memperkuat likuiditas dan daya tarik pasar. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Inarno Djajadi, memaparkan bahwa ada perubahan baru terkait ketentuan free float untuk penawaran umum perdana (IPO) yang akan diterapkan dalam waktu dekat.
Perubahan ini mencakup pengalihan basis penentuan free float dari sebelumnya menggunakan ekuitas menjadi kapitalisasi pasar. Dengan penyesuaian ini, OJK berharap dapat memberikan ruang yang lebih besar bagi investor baru dan meningkatkan kepercayaan terhadap pasar modal di Indonesia.
Dalam rapat yang diadakan dengan Komisi XI di DPR RI, Inarno mengemukakan, kebijakan free float yang baru akan menetapkan beberapa kategori berdasarkan kapitalisasi pasar suatu perusahaan. Misalnya, untuk kapitalisasi pasar di bawah Rp 5 triliun, free float yang ditetapkan adalah 20%. Sedangkan untuk kapitalisasi pasar di rentang Rp 5 triliun hingga Rp 50 triliun, free float bisa mencapai 15%.
Dari kebijakan ini terlihat bahwa OJK benar-benar menjadikan likuiditas sebagai prioritas utama. Ini menjadi sangat penting bagi perkembangan pasar modal, terutama di Indonesia yang masih berada dalam tahap pertumbuhan.
Pentingnya Kebijakan Free Float dalam Pasar Modal Indonesia
Kebijakan free float merupakan salah satu elemen penting dalam menciptakan pasar modal yang sehat dan transparan. Dengan free float yang lebih tinggi, investor akan memiliki akses lebih baik untuk membeli dan menjual saham. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik investasi di pasar saham Indonesia.
OJK juga menjelaskan bahwa perubahan ini adalah langkah strategis untuk mendukung pertumbuhan sektor keuangan. Mulai dari pemodal hingga emiten, semua akan merasakan dampak positif dari kebijakan ini. Dengan adanya situasi yang lebih transparan, diharapkan investor domestik dan asing akan semakin tertarik untuk berinvestasi.
Salah satu contoh nyata dari dampak positif kebijakan ini adalah pada IPO perusahaan-perusahaan baru. Dengan adanya ketentuan free float yang lebih fleksibel, diharapkan lebih banyak perusahaan yang terdaftar di bursa, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih luas.
Perbandingan Kebijakan Free Float Lama dan Baru
Dari kebijakan lama yang menggunakan basis ekuitas, OJK akan memperkenalkan pendekatan baru yang berbasis kapitalisasi pasar. Dalam aturan lama, misalnya, perusahaan dengan ekuitas di bawah Rp 500 miliar harus memiliki free float minimal 20%. Sementara itu, untuk perusahaan dengan ekuitas di atas Rp 2 triliun, free float hanya minimal 10%.
Jika kita melihat kebijakan baru, penyesuaian ini memberikan banyak peluang bagi perusahaan yang memiliki kapitalisasi pasar yang lebih rendah. Dengan hal ini, perusahaan-perusahaan kecil dapat menjangkau lebih banyak investor, meningkatkan kemungkinan penggalangan dana yang lebih baik di masa depan.
Contoh lainnya, untuk perusahaan dengan kapitalisasi pasar di atas Rp 50 triliun, free float akan tetap dikendalikan pada 10%. Ini menandakan bahwa OJK tetap adil dan konsisten dalam penetapan kebijakan untuk berbagai ukuran perusahaan.
Mekanisme Penyesuaian Free Float untuk Emiten yang Sudah Listing
Inarno juga menegaskan bahwa OJK akan melakukan kajian lebih lanjut mengenai kebijakan continuous obligation free float. Kewajiban ini akan diterapkan pada emiten yang sudah tercatat di bursa untuk menjaga stabilitas pasar.
Saat ini, kewajiban free float untuk perusahaan yang sudah listing adalah 7,5%, dan rencananya akan dinaikkan menjadi 10% dalam waktu tiga tahun ke depan. Dengan peningkatan ini, OJK bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan-perusahaan yang terdaftar tidak hanya tumbuh, tetapi juga berkontribusi secara aktif terhadap pasar modal.
Mekanisme ini akan menjadi penanda bagi investor bahwa perusahaan yang terdaftar aktif dalam menjaga likuiditas saham mereka. Penyesuaian ini adalah langkah tepat untuk mendekatkan hubungan antara perusahaan dan investor, menciptakan ekosistem yang lebih sehat.
Dengan semua perubahan yang direncanakan, OJK menunjukkan komitmennya untuk menciptakan pasar modal yang lebih dinamis dan inklusif. Seluruh upaya ini ditujukan untuk meningkatkan kepercayaan publik dan memberikan peluang yang lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Seiring waktu, diharapkan kebijakan ini tidak hanya akan memperkuat pasar modal, tetapi juga membantu menarik perhatian pemodal asing untuk berinvestasi di Indonesia. Dari perspektif jangka panjang, stabilitas dan pertumbuhan pasar modal adalah kunci untuk mencapai tujuan ekonomi yang lebih luas.