Pencarian buron dalam kasus keuangan yang melibatkan beberapa nama besar di Indonesia tengah menjadi sorotan. Terbaru, Interpol Indonesia mengungkapkan bahwa pemilik Grup Kresna, Michael Steven, dan pemilik Wanaartha Life, Evelina Pietruschka, menjadi buronan dalam kasus ini.
Sekretaris NCB Interpol, Untung Widyatmoko, menjelaskan bahwa Michael Steven telah masuk dalam daftar red notice sejak 19 September 2025. Namun, ia menegaskan, tidak semua red notice diumumkan secara publik, melainkan hanya bagi kepentingan aparat penegak hukum.
Dalam konferensi pers yang diadakan di Tangerang, Untung mengungkapkan bahwa proses pelacakan kedua buron ini terus dilakukan meskipun belum ada kejelasan lebih lanjut mengenai keberadaan mereka. Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa anak Evelina, Rezanantha Pietruschka, sempat ditangkap di AS, tetapi berhasil dibebaskan dengan jaminan.
“Reza sudah ditangkap, namun karena adanya jaminan dia bebas. Hal ini menjadi tantangan bagi kami untuk menangkap pelaku yang terlibat dalam kasus ini,” jelas Untung.
Interpol Indonesia pun tidak tinggal diam, mereka aktif berkomunikasi dengan pihak berwenang di AS. Hal ini dilakukan untuk menangkap anggota keluarga Pietruschka yang terlibat dalam kasus bermasalah ini.
Pergolakan Kasus Keuangan yang Melibatkan Wanaartha Life dan Kresna Life
PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha, lebih dikenal sebagai Wanaartha Life, tengah menghadapi masalah besar terkait dengan gagal bayar yang berkelanjutan. Visi perusahaan, yang sebelumnya optimis, kini terancam oleh pengelolaan dana yang salah, di mana total dana yang dikelola menunjukkan angka yang mencengangkan, mencapai Rp17 triliun.
Kejadian ini bukan hanya melibatkan direksi perusahaan, tetapi juga pemiliknya. Nama-nama seperti Manfred Armin Pietruschka, Evelina Larasati Fadil, serta anaknya Rezanantha Pietruschka menduduki posisi penting dalam kasus ini.
Di sisi lain, Michael Steven sebagai pemilik PT Asuransi Jiwa Kresna juga berhadapan dengan serius. Perusahaan ini mengalami gagal bayar dengan total kerugian mencapai Rp6,4 triliun dari sekitar 8.900 pemegang polis yang menjadi korban. Hal ini mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.
Otoritas terkait, seperti OJK dan kepolisian, berusaha maksimal untuk menuntaskan kasus ini. Penangkapan Adrian Gunadi, eks CEO Investree, menunjukkan bahwa mereka tengah memburu pelaku lain yang memiliki dugaan serupa.
Upaya Penegakan Hukum dan Tantangan yang Dihadapi
Pihak OJK baru-baru ini berhasil menangkap Adrian Gunadi setelah ia masuk dalam daftar pencarian orang. Penangkapan ini merupakan langkah penting di tengah persetujuan izin usaha yang telah dicabut dan bukti adanya dugaan penipuan.
Adrian Gunadi sendiri menghadapi tuduhan dengan total kerugian mencapai Rp2,7 triliun, sebuah angka yang mencerminkan betapa seriusnya pelanggaran yang terjadi dalam perusahaan fintech tersebut. Ia terancam pidana penjara hingga 10 tahun yang jelas menggambarkan konsekuensi hukum yang bisa dihadapi para pelaku.
Selain itu, tahanan dadakan di lapangan menunjukkan bahwa proses hukum mungkin bisa lebih rumit. Penanganan kasus dengan skala besar seringkali melibatkan banyak pihak dan memerlukan kerja sama dari berbagai lembaga.
Otoritas tidak hanya berurusan dengan pengadilan domestik, tetapi juga harus menangani rentang hukum internasional. Kasus-kasus yang melibatkan buronan di luar negeri memerlukan kejelasan serta kerjasama antarpihak yang lebih baik.
Ke depannya, Apa yang Bisa Kita Harapkan dari Kasus Ini?
Menjelang penyelesaian kasus ini, masyarakat berharap ada transparansi dan akuntabilitas dari para pihak yang terlibat. Pengelolaan dana nasabah dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan seharusnya menjadi prioritas utama untuk dipulihkan.
Penting bagi masyarakat, khususnya pemegang polis, untuk mendapatkan kejelasan mengenai posisi mereka dalam kasus ini. Hal ini juga menjadi pertanyaan besar bagaimana industri asuransi akan mengatasi krisis kepercayaan yang terjadi akibat kasus-kasus seperti ini.
Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan ekonomi juga menjadi perhatian. Keterlibatan Interpol menandakan bahwa kasus ini tidak hanya menjadi masalah nasional tetapi juga menarik perhatian internasional.
Akhirnya, sangat penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk memastikan bahwa langkah-langkah pencegahan dilakukan agar kasus serupa tidak terulang di masa depan. Ke depannya, diharapkan sistem pengawasan dan regulasi yang lebih ketat dapat diterapkan untuk menjaga kepentingan masyarakat.