Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami lonjakan signifikan dalam perdagangan sesi pertama pada Jumat (24/10/2025), mencatatkan rekor harga tertinggi baru dalam sejarah perdagangan intraday. IHSG naik 0,79% atau 65,06 poin, mencapai 8.329,41 per pukul 09.46 WIB, dan sempat meraih posisi tertinggi di 8.351,06.
Sebelum ini, rekor tertinggi IHSG di intraday adalah 8.292,89 yang tercatat pada perdagangan hari sebelumnya. Momen ini menarik perhatian banyak investor yang melihat potensi menguntungkan dalam pasar saham.
Saham-saham yang tergolong blue chip serta emiten milik konglomerat menjadi pendorong utama pergerakan indeks hari ini. Sepanjang perdagangan, tercatat 310 saham mengalami kenaikan, sementara 222 saham mengalami koreksi dan 158 saham stagnan.
Kinerja Indeks dan Sektor-sektor yang Menguat
Total transaksi yang berlangsung cukup ramai, mencapai 5,67 triliun dengan keterlibatan 7,74 miliar saham dalam sebanyak 704.574 kali transaksi. Hampir seluruh sektor perdagangan memperlihatkan penguatan, dengan sektor properti, keuangan, dan kesehatan mencatatkan penguatan terkuat.
Di sisi lain, sektor teknologi, non-primer, dan barang baku mengalami penurunan. Pergerakan ini mencerminkan dinamika pasar yang sangat dipengaruhi oleh sentimen investor.
Emiten seperti PT Fast Food Tbk. yang menangani merek KFC, berhasil melesat 22,96% mencapai Rp830 per saham. Selain itu, PT Jhonlin Agro Raya Tbk. mencatat kenaikan 21,15% ke level Rp5.900 per saham, menunjukkan daya tarik yang tinggi dari investor terhadap emiten-emiten tertentu.
Saham-saham lain milik Haji Isam juga menunjukkan performa impresif, dengan PT Pradiksi Gunatama Tbk. naik 19,28% ke Rp21.500. Selain itu, PT Dana Brata Luhur Tbk. dan PT Asuransi Jiwa Syariah Jasa Mitra Tbk. juga mencatatkan kenaikan signifikan, menambah optimisme di kalangan investor.
Pengaruh Asing Terhadap Pergerakan IHSG
Kenaikan IHSG tidak terlepas dari kembalinya investor asing ke pasar, dengan catatan net buy sebesar Rp1,08 triliun di seluruh pasar. Dari angka tersebut, Rp948,92 miliar terjadi di pasar reguler dan Rp135,46 miliar di pasar negosiasi tunai, menunjukkan minat yang kuat dari asing.
Masuknya kembali modal asing ini memberikan harapan baru bagi pelaku pasar dan menciptakan optimisme terhadap potensi pertumbuhan IHSG di masa mendatang. Tingginya antusiasme ini terlihat dari berbagai emiten yang meraih keuntungan signifikan.
Namun, kondisi berbeda terjadi di pasar Asia-Pasifik, yang sebagian besar dibuka di zona merah. Indeks Nikkei 225 dari Jepang mencatat penurunan 1,35%, sementara indeks Topix turut terkoreksi 0,39%. Hal ini menunjukkan ketidakpastian yang masih melanda pasar regional.
Indeks Kospi dari Korea Selatan mengalami penurunan 0,98% setelah mencatat rekor tertinggi sebelumnya, ditengarai akibat keputusan bank sentral untuk mempertahankan suku bunga. Pada saat yang sama, nilai tukar won Korea juga terdepresiasi, menambah tekanan pada kondisi ekonomi di kawasan tersebut.
Performa Pasar Global dan Dampaknya
Dari Australia, indeks S&P/ASX 200 berhasil ditutup stabil, sementara indeks Hang Seng dari Hong Kong mencatatkan kenaikan 0,57%. Sebaliknya, indeks CSI 300 di China daratan juga mengalami penguatan sebesar 0,3%, mencerminkan ketersediaan modal dalam pasar regional yang beragam.
Di India, indeks Nifty 50 dan Sensex berhasil mencatatkan penguatan setelah mengalami libur. Kenaikan tersebut mencerminkan optimisme investor terhadap prospek perekonomian domestik di tengah ketidakpastian global yang melanda.
Sementara itu, bursa Wall Street pada perdagangan Rabu waktu setempat mencatatkan penurunan yang cukup signifikan, khususnya pada saham-saham besar seperti Texas Instruments dan Netflix. Penurunan ini berdampak pada sentimen investor di kawasan Asia, menunjukkan hubungan yang erat antara kedua pasar.
Indeks Dow Jones Industrial Average turun 334,33 poin atau 0,71% ke level 46.590,41. Indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite juga mengalami penurunan yang mencerminkan kehati-hatian investor terhadap prospek laba korporasi yang belum jelas.
Ketidakpastian yang melanda pasar saham global menciptakan tantangan bagi investor, khususnya dalam menghadapi kebijakan perdagangan AS-China yang masih tidak menentu. Situasi ini mengharuskan para investor untuk mencermati perkembangan yang terjadi di pasar demi mengambil keputusan yang tepat.
