CEO BlackRock, Larry Fink, baru-baru ini menyebut Bitcoin sebagai “aset ketakutan,” yang menggambarkan ketidakpastian dan risiko yang mengelilingi pasar global. Dalam sebuah acara pers di New York, ia menegaskan bahwa minat terhadap Bitcoin meningkat di tengah kekacauan ekonomi dan geopolitik yang kian meluas.
Pernyataan ini muncul saat Fink berbicara bersama CEO Coinbase, Brian Armstrong, yang menunjukkan kerentanan yang dialami banyak orang di era modern ini. Dalam perspektifnya, masyarakat menyimpan Bitcoin sebagai bentuk perlindungan terhadap potensi krisis yang dapat mengguncang sistem keuangan global.
Fink menunjukkan bahwa Bitcoin memiliki sifat yang berbeda dibandingkan dengan aset investasi tradisional seperti saham dan obligasi. Dalam total aset senilai US$13,5 triliun yang dikelola BlackRock, ia menyoroti bahwa Bitcoin dimiliki lebih karena rasa takut terhadap inflasi dan ketidakstabilan ekonomi daripada harapan untuk meraih keuntungan.
Dengan demikian, ia menilai bahwa lonjakan harga Bitcoin sering kali terkait erat dengan ketidakpastian yang melanda pasar. Ketika ketakutan mereda, harga Bitcoin pun cenderung mengalami penurunan, yang menunjukkan fluktuasi harga yang signifikan.
Pernyataan Fink kali ini menunjukkan evolusi pemikiran yang dramatis sejak 2017, saat ia mencemooh Bitcoin sebagai “indeks pencucian uang.” Kini, BlackRock telah menjadi pengelola ETF Bitcoin terbesar di dunia, dengan kepemilikan lebih dari 780.000 Bitcoin senilai sekitar US$80 miliar.
Pengertian dan Keunggulan Bitcoin Sebagai Aset Digital
Berbeda dengan mata uang fiat, Bitcoin memiliki batasan jumlah yang tidak dapat diciptakan oleh pemerintah. Menurut Fink, banyak orang tertarik pada Bitcoin sebagai upaya untuk melindungi diri dari devaluasi mata uang akibat pencetakan uang berlebihan yang terjadi di banyak negara.
Fenomena ini terlihat jelas di negara-negara yang mengalami krisis mata uang seperti Argentina, Venezuela, dan Lebanon. Di tempat-tempat tersebut, banyak orang beralih ke Bitcoin sebagai alternatif penyimpan nilai, dan mereka termasuk dalam 20 besar negara dengan tingkat adopsi kripto tertinggi menurut laporan riset kripto.
Bukan hanya individu, Fink juga mencatat bahwa sejumlah sovereign wealth fund mulai mengakumulasi Bitcoin secara bertahap. Mereka melihatnya sebagai bentuk diversifikasi risiko, bahkan di level harga yang cukup tinggi seperti US$120.000 dan US$100.000.
Hal ini menunjukkan bahwa nilai Bitcoin semakin diperhitungkan oleh investor besar. Dengan penerimaan yang meningkat, Bitcoin memang semakin berperan sebagai lindung nilai di tingkat global.
Namun, meski ada minat yang besar, masih ada tantangan besar yang harus dihadapi, khususnya terkait volatilitas harga. Pada 10 Oktober lalu, crypto mengalami likuidasi posisi leverage yang mencapai lebih dari US$19 miliar, menandakan potensi risiko tinggi di pasar ini.
Kendala Volatilitas dan Strategi Investasi di Pasar Crypto
Salah satu kekhawatiran yang diungkapkan Fink adalah pengaruh trader yang beroperasi dengan leverage besar di pasar Bitcoin. Kondisi ini berkontribusi pada fluktuasi harga yang tajam dan audiens yang berisiko. ETF Bitcoin BlackRock, IBIT, bahkan mengalami penurunan harga hingga 25% dalam waktu singkat setelah diluncurkan.
Fink memperingatkan bahwa jika seseorang membeli Bitcoin hanya untuk tujuan trading, maka mereka harus siap dengan risiko yang tinggi. Keahlian dalam menentukan waktu yang tepat untuk masuk dan keluar dari pasar sangatlah penting namun sangat sulit untuk dilakukan oleh kebanyakan orang.
Dalam konteks ini, ia merekomendasikan agar investor lebih bijaksana dalam menghadapi gejolak pasar yang ada. Mengelola ekspektasi dan memahami dinamika pasar kripto adalah kunci untuk menghindari kerugian besar.
Oleh karena itu, penting bagi investor untuk melakukan berbagai penelitian dan memperdalam pemahaman mereka terkait pasar, terutama dalam hal faktor-faktor yang dapat memengaruhi nilai Bitcoin. Edifikasi tentang potensi dan risiko Bitcoin menjadi landasan yang krusial dalam pengambilan keputusan investasi.
Hal ini juga menekankan pentingnya kesadaran akan fluktuasi yang mungkin terjadi. Dengan memahami bahwa Bitcoin bukanlah investasi yang “aman,” investor dapat membuat strategi yang lebih matang dan menghadapi potensi kerugian dengan lebih baik.
Penutup: Masa Depan Bitcoin di Tengah Ketidakpastian Global
Meskipun jalan yang dihadapi Bitcoin penuh rintangan, ketertarikan terhadap aset ini terus meningkat, terutama di kalangan investor institusi dan masyarakat luas. Fink menyoroti potensi Bitcoin sebagai alternatif yang patut dipertimbangkan di masa depan, terutama ketika inflasi dan ketidakstabilan ekonomi semakin nyata.
Di tengah ketidakpastian yang melanda, Bitcoin tetap berdiri sebagai simbol perlindungan bagi banyak investor. Daya tariknya sebagai aset yang langka dan tidak dapat diproduksi sembarangan memberikan nilai lebih di mata banyak orang di seluruh dunia.
Akhir kata, perlunya pemahaman yang lebih mendalam tentang Bitcoin tidak hanya penting untuk para investor, tetapi juga bagi mereka yang ingin menjaga keamanan finansial mereka dalam situasi yang tidak pasti. Dengan meningkatnya adopsi dan pemahaman, masa depan Bitcoin diharapkan menjadi lebih cerah di mata investor global.
