Pertumbuhan Kredit UMKM Melambat, Fokus pada Kondisi Kelas Menengah
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini mengemukakan kekhawatiran terkait penurunan pertumbuhan kredit di kalangan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengingatkan bahwa fenomena ini perlu perhatian serius, terutama dalam memperkuat kontribusi ekonomi dari sektor menengah ke bawah.
Mahendra menegaskan pentingnya memperluas akses keuangan bagi UMKM agar mereka dapat berfungsi optimal di tengah tantangan ekonomi saat ini. Upaya ini diharapkan dapat membantu memperkuat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, terutama bagi masyarakat yang berada di lapisan bawah.
“Kami melihat bahwa ada kebutuhan mendesak untuk memperbaiki akses keuangan ini,” tambahnya, merujuk pada acara Rakornas TPAKD di Jakarta. Penguatan ini tidak hanya perlu dilakukan melalui lembaga pembiayaan, tetapi juga memperhatikan kapasitas UMKM itu sendiri.
Penyebab Penurunan Pertumbuhan Kredit UMKM di Indonesia
Salah satu faktor yang menyebabkan perlambatan dalam pertumbuhan kredit adalah kurang optimalnya implementasi kebijakan penghapusan buku dan tagih bagi pembiayaan UMKM yang bermasalah. Mudahnya, capaian program ini saat ini masih jauh dari target yang diharapkan.
Mahendra menyampaikan, OJK telah mengusulkan kepada pemerintah untuk memperkuat kebijakan yang ada agar dapat berjalan lebih efektif. Diharapkan bahwa kebijakan tersebut dapat memberikan solusi yang lebih tepat bagi masalah pembiayaan UMKM.
Sebagai langkah konkret, OJK juga berupaya memperkuat kapasitas lembaga pembiayaan, baik bank maupun non-bank, melalui Peraturan OJK (POJK) yang fokus pada sektor UMKM. Ini bertujuan agar lembaga-lembaga tersebut lebih proaktif dalam menyuplai akses keuangan yang dibutuhkan UMKM.
Situasi Terkini Penyaluran Kredit dan Dampaknya
Data terbaru dari OJK menunjukkan bahwa penyaluran kredit per Agustus 2025 mencapai angka Rp 8.075 triliun, meningkat sebesar 7,56% secara tahunan. Pertumbuhan ini cukup signifikan, meskipun masih ada komponen yang menunjukkan perlambatan, seperti kredit konsumsi.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, kredit investasi mengalami pertumbuhan tertinggi dengan angka 13,86% secara tahunan. Namun, kredit yang dialokasikan untuk UMKM hanya meningkat tipis, yaitu 1,3%, yang menunjukkan masalah yang lebih mendalam dalam sektor ini.
Di sisi lain, meskipun pertumbuhan total kredit industri perbankan terlihat menggembirakan, analisa lebih lanjut menunjukkan bahwa kredit konsumsi mengalami penurunan yang signifikan. Fenomena ini tentu mengkhawatirkan mengingat pentingnya konsumsi bagi pertumbuhan ekonomi.
Upaya dan Rencana Kedepan untuk Memperkuat UMKM
OJK tidak hanya berfokus pada peningkatan kredit, tetapi juga berkomitmen untuk memberdayakan UMKM agar mereka dapat memperbaiki kinerja usaha mereka. Salah satu pendekatan yang diambil adalah dengan memperbaiki akses keuangan dan pelatihan bagi para pengusaha kecil.
Mahendra menekankan bahwa penguatan di sisi lembaga pembiayaan tidak cukup, jika kapasitas UMKM sendiri tidak ditingkatkan. Dengan memperbaiki kemampuan usaha di tingkat akar rumput, diharapkan sektor ini dapat kembali berperan sebagai penggerak utama ekonomi nasional.
Langkah-langkah ini diharapkan dapat mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi UMKM dalam mendapatkan akses pembiayaan yang layak dan berkelanjutan. Melalui kolaborasi antara lembaga keuangan dan pemerintah, semangat untuk mendukung UMKM dapat semakin meningkat.