Pemerintah Sita Harta Karun Rp 15 Triliun, Penemu Hidup Dalam Kemiskinan
Menemukan harta karun bisa menjadi pengalaman yang luar biasa, memberikan harapan dan kemungkinan baru bagi seseorang. Namun, apa jadinya jika harta tersebut tidak bisa dimiliki oleh penemunya? Kisah yang dialami oleh Mat Sam, seorang warga dari Kalimantan Selatan, memberikan gambaran tragis tentang impian yang hancur.
Pada 26 Agustus 1965, Mat Sam dan empat rekannya membuat penemuan yang tidak terduga, yaitu sebuah intan besar yang sangat langka. Keberuntungan mereka menjadi sorotan media dan menjanjikan masa depan yang cerah, tetapi semuanya berbalik ketika pemerintah mengambil alih harta tersebut.
Intan yang mereka temukan sangat bersih dan memiliki warna biru bercampur kemerahan, menjadikannya sebuah keajaiban alam. Setelah penemuan itu, banyak yang memperkirakan bahwa beratnya mencapai 166,75 karat, menjadikannya intan terbesar dalam sejarah.
Menurut laporan, nilai intan tersebut diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah, hampir setara dengan berlian yang menghiasi mahkota Kerajaan Inggris. Sayangnya, meski begitu berharga, Mat Sam tidak pernah bisa menikmati hasil dari penemuan tersebut.
Proses Pengambilan Harta Karun oleh Pemerintah
Setelah penemuan itu, pemerintah daerah Banjar segera mengambil langkah untuk mengamankan intan tersebut, dengan tujuan untuk diserahkan kepada Presiden Soekarno. Dalam beberapa hari, intan raksasa itu dibawa ke Jakarta dan disiapkan untuk dipamerkan.
Berita mengenai penemuan intan ini mengguncang banyak kalangan, namun reaksi Mat Sam dan rekannya sangat berbeda. Rasa kehilangan dan ketidakadilan berpadu menjadi suatu perasaan pahit ketika mereka menyadari bahwa mereka akan kehilangan hak atas harta yang mereka temukan.
Surat kabar Angkatan Bersenjata juga mengungkapkan bahwa proses pengambilan ini bertentangan dengan kehendak Mat Sam. Meskipun mereka adalah penemu, tampaknya hukum dan regulasi saat itu tidak berpihak kepada mereka.
Banyak orang yang meragukan keputusan pemerintah dalam mengambil intan tersebut. Kenapa harta yang ditemukan oleh individu bisa dengan mudah diambil tanpa ada kompensasi yang sesuai bagi penemunya?
Harapan yang Patah: Janji Naik Haji yang Tak Tertepati
Dalam sebuah laporan di Pikiran Rakjat, dinyatakan bahwa intan tersebut akan digunakan untuk membangun Kalimantan Selatan serta meningkatkan teknologi penggalian. Sebagai hasil penemuan ini, Presiden Soekarno juga menjanjikan hadiah kepada Mat Sam dan rekannya, termasuk kesempatan untuk pergi haji.
Namun, janji-janji manis itu tak kunjung terwujud. Selama dua tahun berikutnya, mereka menunggu dengan harapan bahwa pemerintah akan menepati janjinya, tetapi semua itu hanya menjadi angan-angan.
Kompas, dalam laporannya, menyebutkan bahwa kehidupan Mat Sam dan rekan-rekannya justru semakin sulit. Di tengah kabar bahwa harga intan mencapai Rp 3,5 miliar, kehidupan mereka sangat jauh dari kata sejahtera.
Hitungan kasar jika dibandingkan dengan harga emas saat ini menunjukkan bahwa nilai intan tersebut bisa mencapai Rp 15,22 triliun. Berbeda jauh dengan kondisi Mat Sam yang menderita kemiskinan.
Aspirasi yang Tak Terjawab: Usaha Mendapatkan Keadilan
Dengan tekad untuk mendapatkan keadilan, Mat Sam menggandeng kuasa hukum dan berusaha menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah. Melalui jalur hukum, ia berharap bisa mendapatkan kompensasi yang selayaknya ia terima atas penemuan yang telah mengubah hidupnya.
Menariknya, aspirasi tersebut disampaikan kepada Jenderal Soeharto, yang menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat ketika itu. Harapan ini mencerminkan upaya Mat Sam untuk meluruskan ketidakadilan yang dialaminya.
Sayangnya, tidak ada catatan sejarah yang mencatat nasib Mat Sam setelah perjuangan ini. Meski usaha yang dilakukan sangat signifikan, banyak yang memperkirakan bahwa keadilan sulit untuk dicapai bagi seseorang yang berada di posisi lemah.
Kisah Mat Sam adalah pengingat tentang bagaimana kekuasaan dapat merenggut impian dan harapan seseorang. Dalam pencarian harta karun, tidak jarang terdapat juga harga yang harus dibayar dengan impian yang hancur.